elshinta.com – Kementerian Perindustrian membentuk Satuan Tugas Percepatan Pelaksanaan Berusaha Kementerian Perindustrian sebagai tindak lanjut terbitnya Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.
“Satuan tugas ini akan melakukan pengawalan dan percepatan penyelesaian perizinan usaha industri dalam rangka kemudahan melakukan investasi di sektor industri,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Ngakan Timur Antara melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat (2/3).
Ngakan menyampaikan, guna meningkatkan investasi di sektor industri, beberapa strategi yang akan dilakukan Kemenperin adalah melakukan optimalisasi pemanfaatan fasilitas fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan pembebasan bea masuk impor barang modal atau bahan baku.
Selain itu, Kemenperin telah mengusulkan adanya terobosan fasilitas baru bagi kegiatan investasi dalam bentuk super deduction untuk kegiatan litbang dan vokasi serta pengurangan PPh bagi industri padat karya yang mampu menyerap lebih dari 1.000 orang.
Di samping investasi, upaya yang tengah dilakukan pemerintah adalah meningkatkan ekspor. Pada tahun 2017, ekspor Indonesia mencapai 168,81 miliar dolar AS, naik 16,26 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 145,18 miliar dolar AS.
“Capaian tersebut tidak terlepas dari peningkatan ekspor yang terjadi di sektor industri yang merupakan kontributor utama dalam struktur ekspor Indonesia,” ungkap Ngakan.
Pada 2017, ekspor produk industri sebesar 109,76 miliar dolar AS, naik 13,14 persen dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 125,02 miliar dolar AS. Capaian ekspor produk industri di tahun 2017 tersebut memberikan kontribusi hingga 74,10 persen terhadap total ekspor Indonesia.
Sebagai strategi awal untuk peningkatan ekspor, Kemenperin telah melakukan identifikasi terhadap 15 industri prioritas berorientasi ekspor pada tahun 2018, yang meliputi industri pengolahan minyak kelapa sawit dan turunannya, industri makanan dan minuman, industri kertas dan barang dari kertas, industri crumb rubber, ban, dan sarung tangan karet, serta industri kayu dan barang dari kayu.
Selanjutnya, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), industri alas kaki, industri kosmetik, sabun dan bahan pembersih, industri kendaraan bermotor roda empat, industri kabel listrik, industri pipa dan sambungan pipa dari besi, industri alat mesin pertanian, industri elektronika, industri perhiasan, serta industri kerajinan.
“Kami juga mendorong perluasan ekspor ke pasar nontradisional, seperti negara-negara di kawasan Amerika Tengah dan Selatan, Karibia, Eropa Tengah dan Timur berikut organisasi regionalnya, Afrika, Timur Tengah, serta negara-negara di sekitar Samudera Hindia yang memiliki potensi pasar yang besar untuk digarap,” tutur Ngakan.
Strategi lainnya, melalui lobi dan negosiasi dalam kerangka peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral dengan mengurangi tarif dan non-tariff barrier untuk membuka kemudahan penetrasi pasar.
“Upaya yang juga ditingkatkan adalah fasilitasi promosi produk dan business matching di negara tujuan eksporbaru,” imbuhnya.
Ngakan menambahkan, terdapat fasilitas pembiayaan ekspor yang perlu dioptimalkan dalam rangka meningkatkan persaingan dari sisi harga di negara tujuan ekspor.
Sejak 2015, Pemerintah Indonesia meluncurkan program penugasan khusus ekspor kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk menyediakan dukungan pembiayaan kepada pelaku usaha yang melakukan ekspor.
Adapun bentuk fasilitas pembiayaan ekspor tersebut meliputi pembiayaan, penjaminan, dan/atau asuransi. Sektor industri yang telah memanfaatkan fasilitas ini antara lain adalah industri kereta api, industri TPT, industri furnitur, dan industri pesawat udara.
Ke depannya, lanjut Ngakan, akan diupayakan adanya perluasan cakupan sektor industri yang dapat diberikan fasilitas pembiayaan ekspor. (Ant)