nvestor Daily | Selasa, 20 Maret 2018
ANCAM HENTIKAN IMPOR PESAWAT
Wapres : RI akan Balas Uni Eropa
JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan, Indonesia akan membalas rencana Uni Eropa menghentikan impor produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) asal Indonesia mulai 2021. Tindakan balasan tersebut berupa penghentian impor produk dari Eropa, salah satunya adalah pesawat terbang.
Jusuf Kalla menyatakan bahwa kampanye hitam oleh Uni Eropa (UE) terhadap CPO Indonesia sudah berlangsung lama. Belakangan, mereka berniat menghentikan impor CPO mulai 2021. Meski demikian, kata Wapres, Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meloloskan sawit Indonesia agar tetap bisa menembus pasar Eropa.
“Indonesia bersama Malaysia sebagai produsen CPO terbesar dunia telah membentuk tim untuk melakukan perundingan dengan Eropa,” kata Jusuf Kalla di Manado, Senin (19/3).
Di tempat terpisah, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo juga mendesak pemerintah untuk melakukan perlawanan terhadap kampanye negatif terhadap CPO Indonesia. Dia meminta Komisi VI DPR untuk mendorong Kementerian Perdagangan agar segera melakukan perlawanan terhadap kampanye negatif tersebut.
Selain itu, Komisi 1 DPR dan Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR akan mendesak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk menempuh upaya diplomasi parlemen ke negara-negara yang menghambat ekspor CPO asal Indonesia.
Sekadar informasi, saat ini Uni Eropa (UE), Amerika Serikat, Norwegia, dan India berupaya menghambat ekspor CPO Indonesia. Parlemen UE lewat Resolusi Sawit menyarankan penghentian bahan bakar berbasis CPO dan produk sawit mulai 2021. Adapun AS menuduh Indonesia melakukan dumping biodiesel sehingga mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) biodiesel Indonesia sebesar 34,45%-64,73%.
Parlemen Norwegia juga mendesak Pemerintah setempat untuk melarang penggunaan biodiesel berbasis CPO dan produk turunan CPO. Sementara itu, India kini mengenakan bea masuk CPO 44% dan produk turunannya 54%.
Menanggapi reaksi Wapres terhadap tindakan Uni Eropa, ekonom senior Indef Fadhil Hasan sangat mendukung. “Memang sudah seharusnya begitu, pemerintah harus tegas. Jangan mau produk CPO kita didiskriminasi oleh Eropa. Kalau tahun 2021, Uni Eropa sampai menghentikan impor CPO dari Indonesia untuk produk biodieselnya, Indonesia harus membalasnya, kita jangan mengimpor produk dari Uni Eropa,” ujar Fadhil kepada Investor Daily, Senin.
Dia berpendapat, Pemerintah Indonesia perlu melakukan setidaknya dua tindakan agar rencana Parlemen Uni Eropa memboikot dan menghentikan impor CPO dari Indonesia pada 2021 bisa dibatalkan. Pertama, Indonesia harus mengajukan kasus rencana penghentian impor CPO oleh Uni Eropa tersebut kepada World Trade Organisation (WTO), satu-satunya organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. Sebab, apa yang akan dilakukan Uni Eropa itu bertentangan dengan prinsip perdagangan yang fair dan saling menguntungkan.
Kedua, jika aduan ke WTO tidak berhasil, Indonesia bisa melakukan retaliasi, atau tindakan balasan. Artinya, Indonesia pun sudah sewajarnya jika nanti menjalankan tindakan balasan dengan menghentikan impor produk dari negara-negara Uni Eropa jika mereka sampai menghentikan impor CPO dari Indonesia.
Opsi Terakhir
Sementara itu, Direktur Penelitian Core Indonesia Moh Faisal berpendapat, retaliasi sebaiknya menjadi opsi terakhir jika Pemerintah Indonesia gagal melobi Uni Eropa yang berencana menghentikan impor CPO dari Indonesia pada 2021. Sebab, retaliasi sifatnya tindakan balasan perdagangan yang terpaksa dilakukan oleh suatu negara kepada pihak yang menjadi mitra dagangnya dan sudah tidak mau diajak untuk berunding lagi.
Menurut dia, sebelum mengambil tindakan retaliasi, Pemerintah Indonesia sebaiknya terus melakukan perundingan dan cara mediasi dengan Uni Eropa agar masalah tersebut bisa dilakukan dengan saling menguntungkan kedua pihak (win-win solution). “Jika itu bisa dilakukan, sektor penerbangan maupun industri CPO Indonesia di Tanah Air bisa diselamatkan semuanya,” ujarnya.
Sebab, ekspor CPO ke Eropa akan tetap bisa dilakukan dengan lancar, dan sebaliknya, Indonesia tidak perlu menghentikan impor pesawat dan komponennya dari Uni Eropa yang bisa mengancam kalangsungan sektor penerbangan dan pariwisata di Tanah Air.
“Tindakan perundingan merupakan cara win-win solution, akan saling menguntungkan bagi Indonesia. Jika tercapai, industri CPO dan penerbangan di TanahAir juga akan sama-sama bisa diselamatkan karena tak perlu tindakan retaliasi kepada Uni Eropa,” tuturnya.
Sementara itu, lanjut dia, ada dua hal yang bisa dilakukan oleh Indonesia agar rencana penghentian impor CPO dari Indonesia oleh Uni Eropa bisa dibatalkan. Pertama, seperti usulan Fadhil Hasan, Indonesia bisa mengadukan ke WTO bahwa rencana tindakan Uni Eropa itu bertentangan dengan prinsip kemitraan perdagangan yang fair.
Kedua, Indonesia bisa menggolkannya melalu perundingan Kerja Sama Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA). Indonesia minta agar impor CPO ke Uni Eropa merupakan bagian kemitraan komprehensif yang tak boleh disingkirkan. “Uni Eropa tentu yakini akan mau mendengarkannya,” kata dia.
Faisal menjelaskan, upaya menggolkan pembatalan rencana impor CPO Uni Eropa perlu dilakukan melalui meja perundingan. Apalagi, rencana penghentian impor CPO dari Indonesia masih pada tahap resolusi di Parlemen Uni Eropa.
“Masih ada dua tahapan lagi agar hal itu bisa diimplementasikan pada negara-negara Eropa pada 2021. Kalau bisa dilakukan, itu tentu lebih besar manfaatnya bagi industri CPO dan penerbangan di Indonesia,” kata Faisal.
Tahun 2017, produk CPO dan turunannya mencapai 38 juta ton, dan 31 juta ton di antaranya diekspor. Ekspor CPO dan produk turunannya tahun lalu mencapai US$ 22,77 miliar. Ekspor CPO mengontribusi 14,7% ekspor nonmigas. (hg)