BISNIS INDONESIA, BOGOR – Indonesia dan Malaysia sepakat melawan kampanye hitam terhadap komoditas kelapa sawit yang marak diembuskan oleh Uni Eropa.
Kedua negara produsen sawit terbesar di dunia itu juga akan berjuang agar komoditas ini bisa diterima oleh pasar Benua Biru.
Isu komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) termasuk dalam sejumlah hal yang dibahas oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad dalam pertemuan di Istana Bogor, Jumat (29/6).
Selain sawit, Jokowi dan Mahathir juga membicarakan isu perbatasan dan buruh migran.
Dalam pernyataan bersama, Mahathir mengungkapkan Indonesia dan Malaysia menghadapi tantangan yang sama, yakni meyakinkan negara di dunia bahwa produk kelapa sawit dari kedua negara ini tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.
“Kita perlu bersama melawan kampanye mereka yang mengatakan minyak kelapa sawit dibuat dari hutan-hutan yang ditebang pengusaha dan dengan itu malah berdampak buruk pada iklim. Itu tidak benar sama sekali.”
Menurut Mahathir, tudingan Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit tidak semata-mata diakibatkan persoalan lingkungan, tetapi lebih kepada upaya untuk mencegah masuknya produk tersebut ke Eropa.
Presiden Joko Widodo, menurut Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi, juga memiliki pemikiran yang sama dengan Mahathir.
“Indonesia dan Malaysia kalau dilihat dari produksinya lebih dari 80%. Sejauh ini, RI bersama dengan Malaysia berjuang bersama untuk masalah sawit.”
Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), mengapresiasi upaya kedua negara produsen sawit terbesar di dunia tersebut. “Memang perlu dilakukan joint campaign untuk mengubah persepsi negatif masyarakat Uni Eropa tentang minyak sawit.”
Berdasarkan data Gapki, RI masih menjadi negara produsen CPO terbesar di dunia dengan total produksi sebesar 42,04 juta ton pada 2017. Dari total produksi tersebut, sekitar 31,05 juta ton diserap pasar ekspor.
Adapun, menurut data Dewan Kelapa Sawit Malaysia, produksi CPO Malaysia pada 2017 sebesar 19,9 juta ton. (Sri Mas Sari/Rinaldi M. Azka)