Sawitindonesia.com | Jumat, 21 Desember 2018
JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Penerimaan pajak dari sektor sawit mencapai Rp 20 triliun setiap tahunnya dengan rasio perpajakan (tax ratio) 6-7%. Kendati demikian, pemerintah berupaya mengoptimalkan kontribusi sawit untuk penerimaan pajak.
“Sawit menjadi sektor berbasis sumber daya alam yang penerimaan pajaknya perlu dioptimalkan. Tax ratio sektor sawit baru berkisar 6-7%, masih di bawah nasional sekitar 11%-12%,” kata Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Arsal dalam Dialog Akhir Tahun Majalah Sawit Indonesia bertemakan “Membenahi Tata Kelola Sawit Nasional” Rabu (19 Desember 2018).
Dari Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bersumber data Ditjen Pajak Kemenkeu RI, menyebutkan, penerimaan pajak sektor kelapa sawit tahun 2015 sebesar Rp 22,20 triliun atau berkontribusi sebesar 2,10% dari total penerimaan pajak. Rerata pertumbuhan penerimaan pajak sektor kelapa sawit sebesar 10,90% per tahun
Yon Arsal, menambahkan besar kecilnya tax ratio salah satu penyebab karena pemain di sektor sawit lebih banyak merupakan petani. Di sisi lain, tax ratio untuk sektor pengolahan dan keuangan cenderung besar.
Ada empat komponen mengoptimalkan penerimaan pajak yakni wajib daftar, wajib bayar, wajib melaporkan sesuai yang sebenarnya (correct reporting), dan wajib bayar sesuai ketentuan.
Yon Arsal menegaskan belum optimal nya pemasukan pajak dari industri sawit bukan hanya disebabkan faktor kepatuhan wajib pajak. “Mungkin karena tidak sadar hak dan kewajiban. Karena itu, kami (Ditjen Pajak) fokus dengan pendekatan penyuluhan,” pungkas Yon Arsal.