JAKARTA– Komisi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil /ISPO) yang saat ini sudah berjalan selama 8 tahun atau sewindu, telah menerbitkan Sertifikat ISPO sebanyak 502 terdiri dari 493 perusahaan, 5 Koperasi Swadaya, dan 4 KUD Plasma.
Sebanyak 502 sertifikat tersebut meliputi luas total areal areal 4.115.434 Ha, dengan tanaman menghasilkan seluas 2.765.569 Ha, total produksi TBS 52.209.749 ton/tahun dan CPO 11.567.779 ton/tahun, serta produktivitas 18,81 ton/ha dan Rendemen rata-rata 22,23%.
Kepala Sekretariat Komisi ISPO R. Azis Hidayat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (28/3/2019), menyebutkan bahwa 502 sertifikat ISPO tersebut termasuk yang diserahkan tanggal 27 Maret 2019. Yakni sebanyak 45 yang terdiri dari 43 Perusahaan Perkebunan dan 2 Koperasi Swadaya, dengan luas areal 287.196 Ha, tanaman menghasilkan seluas 215.463 Ha, produksi TBS 2.987.522 ton/tahun dan produksi CPO 550.920 ton/tahun.
Pada kesempatan ini, Komisi ISPO juga telah memberikan pengakuan terhadap 2 Lembaga Pelatihan ISPO yaitu Mutu Institut- PT. Forestcitra Sejahtera dan PT. Sinergi Satya Santosa.
Hal ini menunjukkan implementasi percepatan sertifikasi ISPO telah menunjukkan hasil yang signifikan dan telah sejalan dengan Arah 2 Kebijakan Direktur Jenderal Perkebunan- Kementerian Pertanian yang juga Ketua Komisi ISPO, yaitu Percepatan Sertifikasi ISPO, dengan berbagai upaya antara lain: Meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pelaku usaha perkebunan untuk sertifikasi ISPO; Pemberdayaan Pekebun untuk persiapan penerapan ISPO; Meningkatkan koordinasi dengan K/L terkait, Pemerintah Provinsi/Kabupaten, dan BPDP KS; Bekerjasama dengan Gapki untuk Capacity Building berupa Workshop ISPO/ Coaching Clinic ISPO pada Cabang-cabang Gapki di daerah; Koordinasi dengan Lembaga Sertifikasi secara intensif; dan Kerjasama dengan Lembaga Internasional, maupun LSM/ CSO dengan tujuan pemberdayaan pekebun, pengkajian, dan promosi.
Selain itu, pada awal bulan Desember 2018 yang lalu, juga telah ditandatangani MoU antara Direktorat Jenderal- Kementerian Pertanian selaku Scheme Owner ISPO dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk pelaksanaan kerjasama dalam Pengem bangan Sistem Sertifikasi ISPO, saat ini Tim Pengembangan telah mula menyusun Draft.
Partisipasi semakin baik
Sejak ISPO diimplementasikan pada bulan Maret tahun 2011, hingga hari ini ada 722 pelaku usaha yang telah berpartisipasi memenuhi Permentan no.11 thn 2015 tentang Sistem Sertifikasi ISPO, terdiri dari 707 perusahaan, 11 KUD/KSU Kebun Plasma,1 Bumdes, dan 3 Koperasi/Asosiasi Kebun.
Jumlah Laporan Hasil Audit (LHA) yang diterima Sekretariat Komisi ISPO sampai dengan 25 Maret 2019 sebanyak 606 Laporan. LHA tersebut sudah diverifikasi Tim Sekretariat Komisi ISPO sebanyak 569 LHA ( 93,90 % dr 606), sedang diverifikasi Tim Set. Komisi ISPO 14 LHA (2,30 % dr 606), Belum verifikasi Tim Set. Komisi ISPO (2019) 23 LHA (3,80 % dr 606).
Hingga 27 Maret 2019, telah terbit 502 Sertifikasi ISPO (88,20 % dr 569 LHA), kemudian masih ada SPKD yang belum ditanggapi Lembaga Sertifikasi 7 LPA ( 1,30 % dr 569), serta masih ada yang ditunda karena belum comply 60 LPA ( 10,50 % dr 569).
Ditunda, karena masih ada permasalahan, antara lain : Hak Tanah masih SKT, Perpanjangan HGU belum terbit, Izin Pelepasan Kawasan Hutan belum terbit, Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat 20% belum terealisasi, Sengketa Lahan belum tuntas, Kebun Pemasok belum ISPO, Perubahan IUP belum terbit, Izin Pembuangan & Pengangkutan LB3, Izin Pemanfaatan Limbah Cair masih proses, serta Upah Pekerja tidak sesuai ketentuan.
Permasalahan perlu diperhatikan
Terkait realisasi sertifikasi ISPO bagi pekebun yang masih rendah, Azis Hidayat mengatakan hal itu disebabkan beberapa masalah utama, antara lain: aspek legalitas/kepemilikan lahan yang sebagian besar berupa Surat Keterangan Tanah (SKT), sebagian areal terindikasi masuk kawasan hutan, pengurusan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), keengganan membentuk koperasi pekebun, dan masalah pendanaan ( pra kondisi dan biaya audit).
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan/ Komisi ISPO berupaya untuk meyakinkan semua pihak ( Kementerian dan Lembaga terkait) agar lebih meningkatkan komitmen untuk bersama-sama mendukung kebijakan percepatan Sertifikasi ISPO dan melaksanakan Instruksi Presiden No. 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.
Selain hal tersebut, Komisi ISPO juga mengusulkan agar biaya pra kondisi dan audit ISPO untuk Pekebun dapat difasilitasi bantuan dana dari Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Alokasi dana dari BPDPKS itu diharapkan dapat membantu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kelapa sawit pekebun, mulai dari pelatihan, pendampingan saat pra kondisi, pembentukan kelembagaan, hingga proses mendapatkan Sertifikat ISPO dan bermitra dengan perusahaan besar. (gor)