Sebagai negara produsen terbesar minyak sawit dunia, utamanya minyak sawit berkelanjutan yang berlandaskan prinsip dan kriteria berkelanjutan universal, Indonesia memiliki kontibusi besar bagi pembangunan berkelanjutan di dunia.
Akibat memiliki peranan penting dalam perdagangan minyak nabati dunia, minyak sawit kerap mendapat sorotan dan tudingan negatif. Sebagai komoditas dunia, toh minyak sawit juga sudah melakukan banyak pembenahan dalam praktek budidaya hingga perdagangannya. Alhasil, kebutuhan pasar dunia akan minyak sawit berkelanjutan, juga bisa didapatkan dari Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, minyak sawit tak hanya mampu mengembangkan mata rantai bisnisnya semata, namun keberadaan industri minyak sawit, menjadi bagian pula dari pembangunan nasional yang berkelanjutan (SDGs). Bertujuan menyejahterakan kehidupan rakyat Indonesia, yang selaras dengan kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Peranan pemerintah melalui Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) turut mendorong peranan pasar domestik, untuk terus meningkatkan konsumsi minyak sawit melalui program mandatori biodiesel. Pasalnya, sebagai industri strategis, minyak sawit memiliki peluang besar dalam mendulang devisa negara, melalui ekspor minyak sawit dan turunannya.
Dalam berbagai aksi kampanye positif minyak sawit, BPDPKS selalu memperjuangkan keberadaan minyak sawit Indonesia yang telah memiliki prinsip dan kriteria berkelanjutan. Pasalnya, minyak sawit Indonesia telah memiliki standar berkelanjutan yang mandatori seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) begi perkebunan kelapa sawit nasional.
Bahkan, sebagian besar minyak sawit Indonesia juga telah memiliki sertifikasi RSPO dan International Standard Carbon Certification (ISCC) yang secara sukarela dilakukan petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit nasional. Memang keberadaan minyak sawit di pasar global masih memiliki banyak tantangan.
Sebab itu, menurut Direktur BPDP, Herdrajat Natawijaya, keberadaan minyak sawit Indonesia harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dari pemerintah.
“Produksi minyak sawit Indonesia, harus mengikuti peraturan yang telah diterapkan pemerintah, seperti penerapan prinsip dan kriteria ISPO yang wajib dilakukan semua pelaku usaha perkebunan,” kata Herdrajat dalam Diskusi Sawit Berkelanjutan bertema “Sustainable Palm Oil: Membeli yang Baik” yang digelar Majalah InfoSAWIT dengan dukungan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan pemangku kepentingan lainnya di Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Diskusi menghadirkan pembicara Direktur BPDP Herdrajat Natawijaya, Direktur RSPO Indonesia Tiur Rumondang, Senior Managing Director Sinar Mas Agri Agus Purnomo, dan Sutainable Palm Oil Program Manager WWF Indonesia Joko Sarjito, serta moderator Tofan Mahdi, Kepala Bidang Komunikasi Gapki.
Peranan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sebagai organisasi nirlaba, juga mendukung keberadaan perdagangan minyak sawit berkelanjutan, supaya terus meningkat di pasar dunia. Berbagai aksi organisasi nirlaba ini, juga mendapat banyak dukungan dari para stakeholder bisnis minyak sawit global.
Peranan pelaku usaha dalam menyediakan produksi minyak sawit berkelanjutan, juga dilakukan secara berkesinambungan. Berbekal komitmen luas akan berkelanjutan, industri minyak sawit nasional juga terus membangun perkebunan kelapa sawit menjadi lebih maju dan berkelanjutan. Terlebih, berbagai perbaikan prinsip dan standar juga telah banyak dilakukan.
Sebagai informasi, berdasarkan data yang dimiliki RSPO, minyak sawit berkelanjutan yang berhasil diproduksi dunia mencapai lebih dari 13 juta ton. Dimana, sebanyak 52% lebih, berasal dari produksi Indonesia. Tentunya, ini menjadi prestasi besar untuk Indonesia. Pasalnya, sebagai produsen terbesar CPO dunia, kini predikat terbesar produsen minyak sawit berkelanjutan, juga melekat kepada Indonesia.
Menurut Direktur RSPO Indonesia, Tiur Rumondang, evaluasi dan perbaikan prinsip dan kriteria RSPO (P&C RSPO) selalu dilakukan setiap 5 tahun sekali, beradasarkan kesepakatan para anggota RSPO. Dimana, keberadaan anggota RSPO berasal dari multi stakeholder yang memiliki kepentingan bersama akan keberlanjutan usaha minyak sawit.
“P&C RSPO akhir tahun 2018 lalu, telah banyak mengalami perubahan guna menghasilkan minyak sawit berkelanjutan yang ramah lingkungan dan ramah sosial,” tandas Tiur menegaskan.
Pengembangan usaha minyak sawit, tak hanya persoalan bisnis semata, namun keberadaan industri minyak sawit, telah menjadi bagian dari pembangunan nasional yang berkelanjutan. Para pelaku dunia usaha juga memiliki tujuan bersama guna menyejahterakan kehidupan rakyat Indonesia, yang selaras dengan kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Menurut Senior Managing Director Sinar Mas Agri, Agus Purnomo, keberadaan pelaku usaha minyak sawit, selalu melakukan banyak perbaikan guna menghasilkan minyak sawit berkelanjutan. Prinsip utama tranparansi dan akuntabilitas juga telah diterapkan kepada mata rantai pemasok Tandan Buah Segar (TBS) yang diproses Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik perusahaan.
Agus Purnomo juga menjelaskan berbagai rencana aksi yang telah dilaksanakan dan direncanakan Sinar mas Agri dalam menghasilkan produksi minyak sawit berkelanjutan. Kendati tak mudah, namun Agus memiliki optimisme besar akan keberhasilan minyak sawit yang ramah lingkungan dan sosial. “Perusahaan terus melakukan pembenahan untuk menghasilkan minyak sawit berkelanjutan,”kata Agus Purnomo menjelaskan.
Sebagai Informasi, berdasarkan data Kementan RI tahun 2018 lalu, keberadaan lahan perkebunan kelapa sawit nasional diperkirakan sekitar 14 juta hektar. dimana kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit sebesar 42% lebih, dimiliki petani kelapa sawit. Sebab itu, industri minyak sawit menjadi bagian dari pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dunia (SDGs).
Peranan masyarakat global akan kebutuhan minyak sawit berkelanjutan, juga sering disuarakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional dan nasional. Kendati seringkali menuding dan menekan para produsen minyak sawit global dan nasional, namun keberadaan LSM juga dibutuhkan, sebagai bagian dari promosi gratis untuk mengenalkan minyak sawit bagi pasar global secara terus menerus.
Namun keberadaan LSM juga turut membantu menyuarakan akan adanya produksi minyak sawit berkelanjutan yang sudah dilakukan produsen minyak sawit. Seperti LSM WWF Indonesia, yang memiliki program kampanye positif minyak sawit, juga sering menyuarakan kepada masyarakat luas supaya mau membeli minyak sawit yang baik.
“WWF Indonesia terus mendorong berbagai upaya perbaikan yang dilakukan untuk menghasilkan minyak sawit berkelanjutan,” ungkap Sutainable Palm Oil Program Manager WWF Indonesia, Joko Sarjito.
Bisnis minyak sawit sendiri, baru ini, terus mengalami fluktuasi harga jual di pasar global. Kendati cenderung mengalami penurunan harga, namun komoditas emas licin ini tetap memiliki prospek pasar yang cerah. Lantaran, minyak sawit memiliki prospek sebagai bahan bakar nabati, seperti biodiesel dan bahan bakar cair.
Ceruk pasar besar dari konsumsi BBN di Indonesia juga akan meningkatkan konsumsi pasar domestik minyak sawit nasional. Seiring pertumbuhan industri hilir minyak sawit global yang juga terus terjadi, dimana sebagian besar bahan baku yang digunakan bersumber dari minyak sawit Indonesia. Besarnya potensi pasar ekspor juga akan terus menggenjot pendapatan devisa negara yang berasal dari perdagangan minyak sawit.
Guna memastikan semua pertumbuhan ekonomi, sosial dan lingkungan dapat tercapai, maka dibutuhkan kolaborasi bersama, untuk menumbuhkan bisnis minyak sawit berkelanjutan. Pentingnya keberhasilan minyak sawit berkelanjutan, bukan hanya persoalan produksi semata, melainkan juga peranan konsumsi pasar global dan domestik untuk mau menggunakan minyak sawit yang baik.