Uji Jalan bauran Solar dan 30% bahan bakar nabati (B30) memang sedang berjalan hingga 4 bulan ke depan atau ditargetkan rampung pada Oktober 2019. Berdasarkan Permen ESDM No. 12/2015 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, Pemerintah Indonesia akan mewajibkan penggunaan B30 mulai awal 2020.
Sebelum bauran biodiesel bersifat wajib (mandatory) diterapkan, uji jalan menjadi hal wajib yang dilakukan untuk menunjukkan ke masyarakat bahwa bahan bakar ini layak digunakan.
Ada dua tipe kendaraan yang digunakan dalam uji jalan ini, yakni kendaraan penumpang dengan berat di bawah 3,5 ton dan truk dengan bobot di atas 3,5 ton.
Sebanyak delapan unit kendaraan penumpang diterjunkan untuk melakukan uji jalan dengan jarak tempuh 50.000 km dan target waktu 159 hari. Sementara itu, tiga unit kendaraan berbobot di atas 3,5 ton akan melakukan uji jalan dengan jarak tempuh 40.000 km dan waktu 149 hari.
Namun, bukan hanya perkara layak ataupun tidak layak yang menjadi soal. Komitmen pengusaha untuk menyediakan bahan baku biodiesel pun jadi perhatian khusus.
Pemerintah berharap agar produsen biodiesel berkomitmen untuk menyuplai pasar domestik terutama saat harga bahan bakar nabati di pasar global sedang tinggi.
DMO kelapa sawit menjadi langkah yang mungkin dilakukan Jonan untuk menjamin komitmen pengusaha dalam menyediakan bahan baku biodiesel.
Bagi Jonan, kebijakan B30 bukan hanya sekadar mengganti bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, tetapi juga menekan laju impor.
Bauran 30% biodiesel (B30) akan diproduksi sebesar 8 juta-9 juta kiloliter (kl) pada 2020. Berdasarkan perhitungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM, penerapan B30 akan mengurangi impor Solar sebesar 8 juta-9 juta kl. Apabila dikalikan dengan harga indeks pasar (HIP) Solar sebesar Rp8.900 per liter, nilai penghematan impor Solar mencapi Rp70 triliun atau US$6 miliar per tahun.
Saat ini, impor minyak mentah mencapai 0,5 juta barel per hari. Pada 2025, dengan kondisi infrastruktur yang makin memadai dan tanpa adanya tambahan biodiesel, impor minyak mentah bisa meningkat hingga dua kali lipat menjadi satu juta barel dalam sehari.
JAMINAN SUPLAI
Jonan khawatir jika harga minyak sawit dunia mengalami kenaikan, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) akan mengurangi produksi bahan bakar nabati dari kelapa sawit (fatty acid methyl efher/FAME). Di satu sisi, konsumsi dalam negeri memerlukan pasokan biodiesel. Apalagi, dengan mandatory B30% pada 2020, konsumsi biodiesel akan makin meningkat.
“[Aprobi] harus konsisten jangan sampai minyak kelapa sawit naik, FAME hilang, tidak boleh hit and ran [tidak konsisten memasok FAME], sekali berkomitmen ya harus komitmen,” katanya.
Ketua Umum Aprobi M.P. Tumanggor optimistis produksi FAME sebagai bahanbaku biodiesel tidak akan terganggu. Bahkan, dia mengatakan, dengan mandatory B30 pada 2020, produsen bahan bakar nabati makin bergairah.
Menurutnya, tahun ini akan ada tambahan dua pabrik biodiesel yang berkapasitas total 1 juta kl. Ini akan menambah jumlah pabrik yang saat ini ada, yakni 19 pabrik dengan kapasitas total 12 juta kl.
Pengusaha menilai, tingkat mandatory yang naik menjadi 30% pada 2020 akan mengerek kebutuhan FAME yakni produk esterifikasi minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).
Dengan penerapan B30 pada 2020, produksi biodiesel akan mencapai 9 juta kl pada 2019. Serapan CPO untuk biodiesel pun akan meningkat sekitar 10% dari kondisi tahun lalu. “Saya dengar dua pabrik, jadi pengusaha lihat ada prospek.”
Saat ini, kapasitas terpasang produksi FAME dari anggota Aprobi adalah sebanyak 12 juta kl yang dihasilkan dari 19 pabrik. Dari kapasitas terpasang tersebut, produksi hampir setengahnya dengan realisasi 2018 melakukan ekspor sebanyak 1,5 juta kl FAME. Artinya, produksi masih bisa ditingkatkan kurang lebih 6 juta kl lagi untuk memaksimalkan kapasitas yang terpasang.
Pada 2015, kebutuhan minyak kelapa sawit untuk produksi bahan bakar mencapai 1,5 juta ton dengan tingkat mandatory sebesar 15%. Pada 2018, jumlah ini terus meningkat hingga mencapai 5,7 juta ton dengan adanya perluasan intensif ke sektor nonsubsidi atau bukan public service obligation (PSO) dan tingkat mandatory sebesar 20%.
Saat ini, produksi CPO Indonesia mencapai 41,6 juta ton. Pada kurun 2014-2018, produksi CPO meningkat 29,5% setiap tahun.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengharapkan agar dari mandatory B30 ini, konsumsi biodiesel di dalam negeri pada 2025 akan meningkat hingga mencapai 6,9 juta kl. Konsumsi domestik biodiesel pada tahun ini telah mencapai sebanyak 3,8 juta kl atau naik 45% dibandingkan dengan 2017.
Pada 2018, produksi B20 mencapai 6,01 juta kl, naik 82,12% dibandingkan 2014 sebesar 3,30 juta kl
“Kami akan mencoba B30 karena keinginan pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatannya,” katanya.
HANYA OPSI
Dadan Kusdiana mengatakan bahwa harga CPO yang berfluktuasi kemungkinan akan memengauruhi komitmen Aprobi dalam menyediakan kebutuhan bahan baku biodiesel dalam negeri. Jika ternyata ketersediaan biodiesel nantinya berada pada masalah penyediaan bahan baku kelapa sawit, kebijakan wajib pasok domestik CPO akan diterbitkan.
Meskipun demikian, dia memastikan bahwa hal tersebut baru sekadar wacana saja. Sebab, hingga kewajiban B20 diterapkan pada tahun lalu, penyediaan biodiesel untuk kebutuhan domestik tetap mampu terpenuhi.
“Itu kira-kira opsi ke depan kalau memang penyediaan biodiesel tidak terjamin. Saat ini belum ada rencana apa-apa untuk DMO,” katanya.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM Sutijastoto mengatakan bahwa hingga saat ini DMO kelapa sawit masih dipelajari. Menurutnya, belum ada rencana pasti penerapan DMO kelapa sawit
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menilai rencana penerapan DMO minyak kelapa sawit akan sulit dilakukan lantaran kebijakan serupa pernah merugikan pengusaha.
Wakil Ketua III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang mengatakan bahwa sebelumnya pernah berlaku kebijakan DMO minyak goreng. Kebijakan DMO minyak goreng telah membuat pengusaha mendapat tuduhan melakukan praktik kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada 2008. Pada akhirnya, kebijakan DMO minyak goreng tersebut dibatalkan.
Menurutnya, DMO memiliki potensi penyelewangan karena akan menghasilkan dua harga di pasar.
Kebijakan wajib pasok domestik CPO bertujuan agar ada jaminan suplai bahan bakar nabati. Terutama pada saat harga CPO di pasar global tinggi, produsen biodiesel dikhawatirkan lebih memilih pasar ekspor sehingga pasar domestik kekurangan suplai.
Idealnya tidak perlu ada kebijakan DMO, tetapi lebih ke mekanisme pasar. Produsen akan memilih pasar domestik jika lebih menguntungkan. Namun, kebijakan DMO juga tidak salah selama untuk menjamin suplai dalam negeri, terutama pada saat harga biodiesel atau CPO di pasar global kian memanas.
Source : Bisnis Indonesia