JAKARTA – Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia menolak untuk didikte oleh pihak asing dalam pembuatan kebijakan tentang kelapa sawit. Pemerintah Indonesia bersedia menerima peluang kerja sama di bidang sawit termasuk terhadap saran dan masukan, namun Indonesia tidak akan menerima niat dari pihak manapun yang hendak mendikte Indonesia.
Luhut menjelaskan, Pemerintah Indonesia juga bersedia untuk duduk bersama Program Lingkungan PBB UNEP World Bank, dan komunitas World Economic Forum untuk mencari tahu apa saja yang bisa dikerjakan bersamasama terkait sawit. “Asing itu sudah saya katakan jangan mendikte kita. Tidak perlu kita didikte,” katanya dalam workshop Pemanfaatan Minyak Sawit untuk Green Fuel dalam Mendukung Ketahanan Energi dan Kesejahteraan Petani Sawit di Jakarta, Selasa (16/7).
Menurut dia, Pemerintah Indonesia telah memahami permasalahan tentang kehutanan. “Dan kami bertindak dengan cepat,” katanya. Presiden Joko Widodo juga sudah mengeluarkan moratorium lahan sawit. Contohnya, kebijakan pemerintah yang melarang pembukaan lahan baru untuk perkebu- apa saja yang bisa dikerjakan bersamasama terkait sawit. “Asing itu sudah saya katakan jangan mendikte kita. Tidak perlu kita didikte,” katanya dalam workshop Pemanfaatan Minyak Sawit untuk Green Fuel dalam Mendukung Ketahanan Energi dan Kesejahteraan Petani Sawit di Jakarta, Selasa (16/7). Menurut dia, Pemerintah Indonesia telah memahami permasalahan tentang kehutanan. “Dan kami bertindak dengan cepat,” katanya. Presiden Joko Widodo juga sudah mengeluarkan moratorium lahan sawit. Contohnya, kebijakan pemerintah yang melarang pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit. Masalah deforestasi harus diselesaikan dengan menemukan titik keseimbangan antara tercapainya kelestarian lingkungan, kesejahteraan rakyat, ketahanan pangan nasional, dan penetapan peraturan perundangundangan.
Dalam kesempatan tersebut, Luhut Binsar Panjaitan juga mengatakan, peran kelapa sawit sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Minyak sawit mentah {crude palm oil/CPO’) memberikan kontribusi yang besarbagi Indonesia, di antaranya kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja tinggi, baik langsung maupun tidak langsung. Indonesia saat ini mengimpor energi sebanyak Rp 300 triliun per tahun, artinya itu hampir 50% energi Indonesia dari impor. “Impor energi migas kita Rp 300 triliun per tahun. Jika Indonesia bisa mengoptimalkan produksi biodiesel 30% (B30) maka hal tersebut akan dapat menghemat pengeluaran negara cukup besar,” ungkap Luhut seperti dilansir Awtera.
Menteri Luhut juga mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk menemukan teknologi yang dapat membuat kelapa sawit menjadi bensin. Dia juga mengapresiasi produksi B20 yang sejauh ini dapat menurunkan impor. “Kalau kita lihat dengan B20 itu memang impor menurun,” tambahnya. Karena itu, pemerintah kembali mendorong pengembangan B30 karena memiliki pengaruh sangat besar bagi peningkatan ekonomi. Potensin green fuel menjadi sangat penting untuk dikembangkan, karena itu pemerintah mendorong BPPT untuk mengkaji pengembangannya.
Hibah untuk Perubahan Iklim
Sementara itu, Menko Luhut juga mengatakan, Pemerintah RI menghibahkan bantuan fmansial senilai US$ 1 juta (sekitar Rp 14 miliar) untuk negaranegara yang tergabung dalam Forum Negara Kepulauan (Archipelagic Island State/AIS) sebagai bagian dari komitmen untuk menghadapi perubahan iklim. Dana bantuan itu disalurkan melalui agensi PBB untuk pembangunan (UNDP). “Kita mengalokasikan US$ 1 juta, itu sudah masuk dan nanti UNDP juga akan men-top up pendanaan ini, sehingga sekretariat yang mengatur bisa segera jalan,” kata Luhut usai melakukan penandatanganan dokumen dengan perwakilan UNDP di Indonesia Christophe Bahuet di Gedung Kemenko Kemaritiman, kemarin.
Dana tersebut nantinya digunakan untuk program-program yang dicanangkan guna menghadapi ancaman perubahan iklim di negara-negara kepulauan. “Ini kan kita mulai bahwa negara kepulauan itu punya banyak masalah dengan kenaikan suhu bumi, bisa pulau-pulau itu hilang. Archipelagic state ini penduduknya 10 ribu, ada yang 20 ribu, juga 100 ribu. Kita akan kontribusi kepada mereka,” ujar dia. Selain itu, kontribusi Indonesia tak hanya berupa dana tapi juga pertukaran ilmu, contohnya seperti pengalaman Indonesia dengan budidaya hutan bakau dan pelatihan-pelatihan sumber daya manusia. “Sudah kita lakukan sebenarnya, tetapi hanya sekarang kita formalkan,” kata Menko Luhut.
Sementara itu, Direktur UNDP Indonesia Christophe Bahuet menyatakan dukungan penuh terhadap komitmen Indonesia dalam menghadapi ancaman perubahan iklim. “Bagi kami. Archipelago Island State forum, adalah inisiatif bukti komitmen Indonesia untuk mencapai SDGs (Sustainable Development Goals/ Tujuan Pembangunan Berkelanjutan), dan mengatasi tantangan perubahan iklim,” katanya. (tl)
Source : Investor Daily