JAKARTA – Pemerintah Indonesia, termasuk Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), menghadiri Pertemuan ke-7 Tingkat Menteri Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Kelapa Sawit (CPOPC) di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Selasa (16/7). Dalam pertemuan yang digelar selama dua hari itu, Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya penanganan isu lingkungan (sustainability) dan ancaman pencemaran kimia berbahaya dari proses minyak sawit.
Sekretaris Ditjen Perkebunan Kementan Antarjo Dikin mengatakan, pertemuan CPOPC berpotensi besar pada peningkatan pendapatan petani sawit, pengentasan kemiskinan, membuka akses lapangan pekerjaan dan membuka peluang usaha lainya. “Bagi Indonesia, pertemuan ini sangat penting dan bisa memberi kontribusi pada peningkatan ekspor,” kata Antarjo melalui keterangan resmi yang diterimaAntara di Jakarta, Rabu (17/7).
Dalam pertemuan itu, pemerintah memperjuangkan harga minyak sawit agar dapat naik dan mengangkat kesejahteraan petani. Apalagi, Indonesia adalah negara besar dengan total produksi sawit cukup banyak. Sejumlah masalah yang berkaitan dengan industri minyak kelapa sawit juga dibahas, termasuk kebijakan perdagangan internasional dan akses pasar, keterlibatan bisnis dan petani kecil, dan Agenda PBB 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Para menteri dalam pertemuan tersebut menyayangkan atas pemberlakuan Regulated Act mulai 10 Juni lalu. Baik Pemerintah Malaysia maupun Indonesia menyatakan bahwa kedua pihak sedang mengkaji hubungan Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, serta berkomitmen menentang kebijakan Delegated Act melalui Badan Penyelesaian Sengketa WTO.
Ada pun Delegasi RI dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Turut hadir pada pertemuan tersebut Direktur Eksekutif CPOPC Tan Sri Datuk Dr Yusof Basiron, Wakil Direktur Eksekutif Dupito D Simamora, Direktur Strategi dan Kebijakan Mohammad Jaaffar Ahmad dan Direktur Keberlanjutan dan Pengembangan Petani Kecil Dr Witjaksana Darmosarkoro, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono.
Sementara itu, Ketua Umum Gapki Joko Supriyanto mengatakan, Gapki mewakili pelaku industri sawit pihaknya mendukung sepenuhnya hasil pertemuan CPOPC. “Saya kan menjadi bagian delegasi CPOPC, sebagai pelaku industri di sawit dan mewakili Gapki tentu kami sangat mendukung pelaksanaan meeting, proses meeting maupun hasil meeting yang dicapai CPOPC, karena sesuai tujuan CPOPC adalah memperjuangkan industri minyak sawitl di kedua negara termasuk nanti negara-negara lain yang akan bergabung,” ujar Joko.
Joko menegaskan posisinya sebagai pelaku industri sawit mendukung penuh keputusan-keputusan penting yang dicapai dalam pertemuan CPOPC. “Beberapa poin penting hasil pertemuan yang perlu disampaikan kepada publik adalah terutama perhatian bersama Indonesia dan Malaysia sebagai negara industri minyak sawit paling besar terhadap perkembangan di Eropa dimana Uni Erpa dengan regulasi Red II sejauh ini akan terus menerapkan Delegated Act tersebut,” katanya.
Joko mengatakan Indonesia dan Malaysia sangat serius melihat hal tersebut dan pihaknya sepakat melakukan upaya secara bersama-sama mencari penyelesaian terbaik terhadap persoalan di Eropa tersebut. Pertemuan CPOPC tersebut membahas sejumlah masalah yang berkaitan dengan industri minyak kelapa sawit termasuk kebijakan perdagangan internasional dan akses pasar, keterlibatan bisnis dan petani kecil dan agenda PBB 2030 untukTujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Para menteri menyatakan penyesalannya bahwa Delegated Act telah mulai berlaku pada 10 Juni 2019 terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh negara-negara penghasil untuk memberikan informasi tentang inisiatif keberlanjutan. Selama Misi Bersama Menteri CPOPC di Brussels, Belgia, 8-9 April 2019, delegasi memiliki posisi yang kuat atas rancangan Peraturan Delegasi dan menyatakan keprihatinan mereka yang mendalam kepada para pemimpin Uni Eropa. (tl)
Source : Investor Daily