JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku saat ini posisi kelapa sawit Indonesia sangat tertekan di pasar internasional, sehingga diperlukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan posisi tawar komoditas itu.
“Tekanan kepada kepala sawit kita betul-betul saya kira perlu diantisipasi dari dalam negeri, sehingga benar-benar kita memiliki sebuah bargaining position yang baik,” kata Presiden Jokowi saat memimpin rapat terbatas Kabinet Kerja di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/8).
Pada semester pertama 2019, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia kurang baik karena dipengaruhi dinamika pasar global, khususnya di negara-negara tujuan utama ekspor, seperti India, Uni Eropa, Tiongkok, dan Amerika Serikat.
Di India, produk Indonesia kalah bersaing dengan Malaysia, khususnya untuk refined products (produk olahan pabrik seperti gula, tepung, dan margarin). Ditambah lagi, bea masuk produk-produk dari Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia, di mana selisihnya sekitar 9% (tarif bea refined products dari Malaysia sebesar 45% dari tarif berlaku 54%).
Selain itu, Uni Eropa sampai saat ini masih menggaungkan isu RED II ILUC (Aturan Pelaksanaan Arahan Energi Terbarukan II atau Renewable Energy Directive) dan tuduhan subsidi biodiesel sehingga mempengaruhi ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
“Saya juga melihat bahwa CPO bisa dibuat avtur. Tolong ini ditekuni lagi lebih dalam, sehingga kita bisa mengurangi impor avtur, defisit neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan kita akan semakin baik,” kata Presiden Jokowi.
Source: Investor Daily