Bisnis, JAKARTA Industri kelapa sawit dan gula nasional rupanya masih menarik bagi para calon investor seiring dengan besarnya rencana investasi yang siap diproses pada 2020.
Sebanyak 514 pelaku usaha telah menyatakan minat untuk berinvestasi di subsektor perkebunan dengan nilai investasi mencapai Rp313 triliun,
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono mengemukakan, tanaman sawit masih menjadi komoditas perkebunan dengan peminat terbesar, yakni 70% dari total peminat.
Minat pengembangan komoditas sawit disusul dengan tebu sebesar 26%, investasi pada komoditas teh sebesar 1%, dan 3% sisanya pada komoditas lain.
Minat investasi pada komoditas sawit ini, kata Kasdi, banyak yang mengarah pada penghiliran. Dia menyebutkan, mayoritas produk sawit Indonesia yang diekspor sejauh ini didominasi oleh minyak sawit mentah (crude palm od/CPO).
“Industri hilir sawit belum ditangani optimal. Potensi olahan sawit sendiri besar, bisa menjadi oleokimia, sabun, bahan-bahan sawit juga bisa menjadi bahan baku pakan ternak,” ujar Kasdi, Kamis (19/9).
Kasdi mengemukakan, minat investasi pada komoditas sawit masih mengarah ke daerah sentra produksi seperti Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Adapun, untuk tebu, dia menuturkan, investasi akan diarahkan pada integrasi industri gula berupa pendirian pabrik dan lahan plasma di luar Jawa.
“Kalau yang sudah ada, misalnya, di Dompu, Bombana, Ogan Komering Ilir [OKI]. Yang di OKI itu bagus, lahan rawa bisa ditanami tebu, produktivitasnya juga tinggi,” ujar Kasdi.
Untuk 5 tahun ke depan selama periode 2020-2024, pemerintah menargetkan investasi sektor pertanian bisa mencapai nilai Rp2.231,5 triliun dengan komposisi 55 % merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan 45 % merupakan penanaman modal asing (PMA). Dari target nilai investasi tersebut, subsektor perkebunan diperkirakan berkontribusi 73%.
Sayangnya, komitmen pemerintah untuk mendorong percepatan investasi pengembangan usaha di subsektor perkebunan masih dihadapkan oleh sejumlah kendala.
Hal ini diakui oleh Deputi Direktur untuk Promosi Infrastruktur Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Ahmad Faisal Suralaga.
“Dari pemantauan kami memang permasalahannya ketika implementasi di daerah. Indonesia memang sedang darurat obesitas regulasi. Banyak permen yang tumpang tindih dan di daerah ada perda,” ujar Ahmad.
Dia menyebutkan, langkah-langkah perbaikan terus dilakukan. Sejak 2015, pemerintah sendiri, katanya, telah meluncurkan 16 paket kebijakan ekonomi untuk mendukung iklim investasi.
Kebijakan tersebut di antaranya mencakup penetapan upah minimum, insentif pajak untuk industri padat karya, masa dwelling yang lebih pendek, implementasi online single submission.
Source: Bisnis Indonesia