JAKARTA Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pungutan ekspor sawit yang berlaku pada 1 Juni 2019 ditunda menjadi 1 Januari 2020. Langkah penundaan ini bersamaan dengan pelaksanaan mandatory biodiesel 30% (B30).
Penundaan pungutan espor juga disebabkan oleh tren harga crude palm oil (CPO) yang belum stabil, sehingga pemerintah menanti hingga harga minyak kelapa sawit tersebut naik lantaran ada peningkatan konsumsi. Pasalnya, apabila pungutan diberlakukan, harga beli Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani berpotensi turun.
“Tidak usah dipungut dulu karena kalau dipungut sekarang harga kemungkinan akan turun,” kata Darmin, di kantornya, Jakarta, Selasa (24/9). Dia mengatakan, harga CPO per 20 September mencapai US$574,9 per ton.
Selanjutnya, Darmin meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melakukan revisi Peraturan Menteri Keuangan No.23/PMK.05/2019 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No 81/ PMK.05/2018 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Beleid tersebut akan berlaku mulai 1 Januari 2020 dengan skema pungutan ekspor sawit sebesar 50% bila harga CPO di atas US$ 570. Sementara, harga CPO di atas US$ 620 dikenakan pungutan secara utuh atau 100%. Pasalnya pemerintah membebaskan pungutan ekspor jika harga CPO di bawah US$ 570.
Sementara itu, untuk pungutan ekspor sawit dan produk turunannya akan dikenakan bervariasi antara US$ 5 sampai US$ 20 per ton jika harga CPO mulai membaik di kisaran harga US$ 570 per ton hingga US$ 619 per ton, akan tetapi jika harga CPO telah melewati batas harga US$ 619 per ton, pungutan tarif ekspor juga akan dikenakan dengan besaran yang bervariasi antara 10-50% sesuai jenis produknya.
Source: Investor Daily