Indonesia ditantang meningkatkan penjualan minyak sawit, setelah tarif ekspor ke India disamakan dengan produk sejenis dan Malaysia.
Perdana Menteri India Narendra Modi setuju menurunkan tarif minyak sawit mentali dan refined bleached deodorized palm oil (RBDPO), sehingga sama dengan produk sejenis asal Malaysia menjadi masing-masing 37,5 persen dan 45 persen. Penurunan tarif diberikan dalam pertemuan bilateral antara Modi dan Presiden Joko Widodo di sela Konferensi Tingkat Tinggi Ke-35 ASEAN di Bangkok, Thailand, Minggu lalu.
Minyak sawit merupakan komoditas andalan ekspor Indonesia. Sementara minyak sawit kita sulit memasuki pasar Uni Eropa, karena alasan lingkungan dan hak asasi manusia, India menjadi tumpuan harapan.
Ekspor minyak sawit Indonesia ke India pada periode Januari-Juni 2019 sebesar 2,13 juta ton, menurut data Kementerian Perdagangan India. Sedangkan pada periode sama, menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, ekspor minyak sawit Indonesia sebesar 16,84 juta ton. Pemangkasan tarif impor diperkirakan akan menambah sekitar 500 juta dollar AS nilai ekspor sawit Indonesia ke India.
Di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan melambat tahun ini dan tahun depan dibandingkan dengan target, penurunan tarif impor menjadi kabar baik.
Perdagangan global telah menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia sejak Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) berdiri pada tahun 1995. Walakin, beberapa tahun terakhir sejumlah negara mulai melakukan proteksi terhadap produk impor, karena manfaat perdagangan global tidak dirasakan dengan sama oleh setiap orang sehingga menimbulkan penolakan sebagian anggota masyarakat.
Kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan India membantu ekspor Indonesia, tetapi pada sisi lain Indonesia harus membuka pasarnya untuk beras dan gula, dua komoditas yang dari waktu ke waktu diupayakan agar sepenuhnya dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Peluang bagi ekspor minyak sawit Indonesia ke India sudah seharusnya juga diikuti dengan penguatan agribisnis sawit dari hulu hingga hilir.
Indonesia memiliki banyak pekerjaan rumah dalam memperbaiki agroindustri sawit, mulai dari meningkatkan produktivitas tanaman, perbaikan tata kelola lingkungan, kesejahteraan petani, hingga diversifikasi dan peningkatan nilai tambah produk.
Pada saat sama, membuka pasar domestik untuk beras dan gula mentah dari India menjadi tantangan menjaga petani padi dan tebu tetap dapat hidup layak dari kedua komoditas itu, sekaligus menjaga ketahanan pangan kita.
Memperbaiki sistem agribisnis, seperti pembiayaan, perlindungan dari perdagangan tidak adil, peningkatan produktivitas petani dan agribisnis, serta menghilangkan praktik yang menyebabkan distorsi harga di tingkat konsumen, adalah pekerjaan rumah yang juga harus diselesaikan.
Source : Kompas