Jakarta – Pada Pertemuan Tahunan World Economic Forum (WEF) Davos, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan, peran strategis industri kelapa sawit. Airlangga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk melihat industri sawit secara holistik, termasuk dari aspek lingkungan, ekonomi, kontribusi terhadap pembangunan global terutama untuk pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), perspektif bisnis, serta kebijakan yang telah diambil Pemerintah Indonesia.
“Indonesia merupakan produsen minyak sawit utama dunia. Komoditas ini berkontribusi terhadap 3,5% PDB nasional. Dengan memanfaatkan tidak lebih dari 10% (sekitar 6%-7%) dari total global land bank for vegetable oil, Indonesia mampu menghasilkan 40% dari total minyak nabati dunia,” kata Airlangga, Sabtu (25/1).
Selain itu, katanya, sektor minyak sawit nasional telah berkontribusi mengentaskan kemiskinan bagi 10 juta orang. Dengan kata lain, industri kelapa sawit merupakan sektor strategis bagi perekonomian masyarakat yang perlu dikawal oleh Pemerintah.
Dia mengungkapkan, pemerintah Indonesia saat ini tengah mengembangkan kebijakan yang mendorong domestic demand dari produk sawit, antara lain melalui pengembangan B30 sebagai salah satu alternatif BBM untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar berbasis fossil. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dan mengimplementasikan pembangunan rendah karbon.
“Indonesia juga sedang mengembangkan skema kredit karbon guna mendukung upaya pelestarian lingkungan,” ujar Airlangga.
Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sawit sekitar 14 juta hektar yang dapat menyerap sekitar 2,2 miliar ton karbon dioksida (CO2) dari udara setiap tahun.
Dia mengakui bahwa tantangan utama terletak pada upaya mengonversikan carbon footprint ke dalam suatu skema bisnis yang bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu, Indonesia mengajak para peserta yang hadir, khususnya dari kalangan bisnis, untuk mulai berinvestasi di sektor karbon.
Bagi Indonesia, investasi lingkungan, terutama menyangkut reforestasi, tidak harus dibatasi hanya dalam konteks replanting. Namun perlu diperluas hingga mencakup aspek monetization dari emisi karbon yang dapat diserap oleh perkebunan sawit. (*/Dry)
Source: Indonesiainside.id