JAKARTA – Rencana penerapan B100 atau 100% biodiesel untuk pengganti bahan bakar minyak (BBM) solar harus dibarengi peningkatan produktivitas tanaman sawit dan pengembangan industri katalis biohidrokarbon. Saat ini, rata-rata produktivitas sawit nasional 3,80 ton minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) per Hectare (ha) per tahun, ke depan hendaknya ditingkatkan menjadi 4,50 ton per ha per tahun, 5,50 ton per ha per tahun, hingga 8 ton per ha per tahun.
Peneliti senior di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Hasril Hasan Siregar menjelaskan, dari sisi suplai minyak sawit, pengembangan B100 di Tanah Air tidak akan masalah. Asalkan peningkatan produktivitas tanaman sawit bisa terus dilakukan secara bertahap. Saat ini. Rata-rata produktivitas sawit nasional 3,80 ton CPO per ha per tahun, ke depan hendaknya ditingkatkan menjadi 4,50 ton per ha per tahun, 5,50 ton per ha per tahun, hingga 8 ton per ha per tahun.
“Dari sisi suplai atau produksi dapat dimungkinkan B100 terealisasi tapi dengan peningkatan produktivitas atau intensifikasi secara bertahap. Kalau ditingkatkan bertahap ke 6 ton CPO per ha per tahun dengan luas tanaman menghasilkan (TM) 12 juta ha maka akan diperoleh produksi 27 juta ton per tahun,” kata Hasril saat dihubungi Investor Daily di Jakarta, kemarin.
Hasril juga mengatakan, Indonesia menuju B100 apabila hanya dengan menggunakan FAME (fatty acid methyl esther) akan sulit terealisasi karena perlu dana subsidi yang besar. Namun apabila Indonesia sukses mengembangkan biofuel dengan menggunakan teknologi katalis (katalis biohidrokarbon) barulah memungkinkan Indonesia menuju B100. “Dalam hemat kami, Indonesia menuju B100 dengan pendekatan FAME akan sulit karena perlu dana subsidi yang besar, tapi dengan biofuel yang menggunakan teknologi katalis akan lebih memungkinkan, itupun apabila harga pokoknya murah (biofuel yang dihasilkan),” jelas Hasril.
Source: Investor Daily