JAKARTA-Pelaku usaha perkebunan kelapa sawit siap menjalankan Perpres No 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil/ ISPO). Dengan adanya penguatan regulasi ISPO tersebut maka penerapan sistem perkebunan berkelanjutan di Indonesia akan berdampak pada membaiknya daya saing sawit nasional.
Presiden Joko Widodo telah meneken Perpres No 44 Tahun 2020 pada 13 Maret 2020 dan telah diundangkan pada 16 Maret 2020 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pepres tersebut terdiri atas tujuh bab dengan 30 pasal. Sistem sertifikasi ISPO telah dijalankan sejak 2011 melalui Permentan No 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). Belakangan, peraturan menteri tersebut diganti dengan Permentan No ll/Permentan/OT.140/3/2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Pada pasal 1 dari Perpres No 44 Tahun 2020 tersebut, sertifikasi ISPO berlaku wajib bagi pelaku usaha perkebunan sawit yang memiliki badan usaha yang berbadan hukum dan pekebun atau perorangan atau petani sawit. Hanya saja, pada pasal 27 disebutkan bahwa sertifikasi ISPO bagi pelaku usaha berlaku sejak Perpres No 44 Tahun 2020 diundangkan, sedangkan bagi pekebun sawit baru berlaku wajib pada lima tahun sejak perpres tersebut diundangkan. Selanjutnya, pasal 1 poin 10 juga disebutkan tentang Lembaga Sertifikasi ISPO sebagai penilaian kesesuaian independen yang melakukan sertifikasi dan menerbitkan sertifikasi ISPO.
Pada pasal 4 poin 2 mencatat, sertifikasi ISPO dilaksanakan dengan menerapkan prinsip yang meliputi kepatuhan terhadap peraturan perundangan, penerapan praktik perkebunan yang baik, pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang baik dan tanggung jawab ketenagakerjaan. Lalu, pasal 6 mengatur sanksi administratif oleh menteri bagi pelanggar ketentuan perundangan tersebut. Sanksi administratif bisa berupa teguran tertulis, denda, pemberhentian sementara dari usaha perkebunan sawit, pembekuan sertifikat ISPO, dan pencabutan ISPO.
Perpres itu juga mengatur tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat dan penerapan transparansi. Pasal 13 juga menyebutkan, sertifikasi ISPO berlaku lima tahun, sebelum jangka waktu sertifikasi ISPO berakhir, pelaku usaha bisa mengajukan sertifikasi ulang. Kemudian, pasal 18 dari Perpres No 44 Tahun 2020 juga menyebutkan bahwa pendanaan sertifikasi ISPO oleh pelaku usaha perkebunan dibebankan ke pelaku usaha perkebunan bersangkutan, sedangkan bagi pekebun bersumber dari APBN atau APBD atau sumber lain yang sah.
Sementara itu, pada pasal 19 dan 20 dari Perpres No 44 Tahun 2020, untuk pelaksaan koordinasi pengelolaan dan penyelenggaraan ISPO dibentuk Komite ISPO. Komite ISPO diketuai menteri dan terdiri atas unsur pemerintah, asosiasi pelaku usaha, akademisi, dan pemantau independen. Sedangkan pada pasal 21 dijelaskan tentang pembentukan Dewan Pengarah ISPO yang bertujuan memberikan arah kebijakan atas pelaksanaan tugas Komite ISPO.
Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kanya Lakshmi mengatakan, pelaku usaha Kanya Lakshmi menyambut positif dukungan pemerintah terhadap sawit Indonesia melalui Perpres No 44 Tahun 2020 tentang sistem sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Gapki sudah mendengar adanya perpres tersebut, tetapi belum melihat secara detail isi dari peraturan tersebut.
“Kami berharap pepres tersebut bisa menjadi tolak ukur tentang pengelolaan sawit berkelanjutan dan bisa dijadikan pedoman agar tidak salah langkah,” ujar Kanya kepada Investor Daily, kemarin.
Kanya juga mengatakan, dengan adanya penerapan sistem perkebunan yang berkelanjutan maka akan berdampak pada daya saing sawit Indonesia. Tata kelola perkebunan sawit menjadi lebih teratur dan diharapkan bisa menghasilkan kualitas terbaik sehingga tetap menjadi andalan ekspor.
“Karena itu, kami mendukung saja langkah pemerintah untuk kebaikan sawit Indonesia apalagi sekarang harus menerapkan sistem berkelanjutan,” jelas Kanya.
Klinik ISPO
Sebelumnya, Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan, untuk mencapai target seluruh anggota bersertifikat ISPO pada akhir 2020 maka Gapki menerapkan strategi dengan membuka Klinik ISPO. Selain itu, Gapki juga melakukan road show atau keliling ke semua provinsi untuk pelatihan dan klinik ISPO kepada anggota maupun nonanggota. “Melalui Klinik ISPO, kami ingin membantu perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan sertifikat ISPO,” kata dia.
Saat ini, anggota Gapki mencapai 725 perusahaan dengan sebanyak 372 di antaranya atau sekitar 66% bersertifikat ISPO. Untuk mencapai target 100% memang tidak mudah mengingat banyak faktor di luar pengawasan Gapki dan hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah dalam hal ini sejumlah kementerian di bawah Kemenko Perekonomian, seperti Kementerian ATR, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Pertanian, misalnya soal hak guna usaha (HGU) lahan yang bertahun-tahun tidak bisa disertifikasi. “Melalui Klinik ISPO diharapkan letak kesulitan perusahaan dalam memenuhi syarat sertifikat ISPO bisa diketahui,” jelas dia. (Ridho Syukra)
Sumber: Investor Daily