investor.id | Jumat, 27 Maret 2020
Gapki: Industri Kelapa Sawit Hadapi Ketidakpastian Pasar
JAKARTA, investor.id – Memasuki awal tahun 2020, harga crude palm oil (CPO) meningkat menjadi rata-rata US$ 830/ ton Cif Rotterdam (Januari) dibanding harga rata-rata pada Desember 2019 yaitu US$ 787/ton. “Harga yang baik ini diharapkan akan menjadi penyemangat bagi pekebun dan perusahaan perkebunan untuk memelihara kebun dengan lebih baik agar mendapatkan produktivitas yang tertinggi,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (26/3/2020).
Gapki mencatat produksi CPO pada bulan Januari 2020 sedikit mengalami kenaikan dibandingkan dengan produksi bulan Desember 2019 yaitu 3,48 juta ton dibanding dengan 3,45 juta ton. Konsumsi domestik juga sedikit naik dari 1,45 juta ton menjadi 1,47 juta ton (+1,8%) sementara ekspor turun cukup banyak yaitu dari 3,72 juta ton menjadi hanya 2,39 juta ton (-35,6%).
Penurunan ekspor terjadi pada CPO, PKO, biodiesel, sementara oleokimia naik dengan 22,9%. Penurunan ekspor terjadi hampir ke semua negara tujuan yaitu ke Tiongkok turun 381 ribu ton (-57%), ke EU turun 188 ribu ton (-30%), ke India turun 141 ribu ton (-22%), dan ke Amerika Serikat turun 129 ribu ton (-64%) sementara ke Bangladesh naik dengan 40 ribu ton (+52%). Penurunan ekspor yang cukup drastis dalam bulan Januari kemungkinan karena masih tersedianya stok di negara-negara importir utama, atau importir menunggu respon pasar terhadap program B30 yang diterapkan Indonesia.
Menurut Gapki, situasi politik ekonomi dunia akhir-akhir ini dan harga minyak bumi yang tidak menentu karena ketidaksepakatan antara OPEC dengan Rusia sehingga menimbulkan perang harga dengan Arab Saudi serta terjadinya pandemik korona yang melanda hampir di seluruh dunia, menyebabkan perlambatan kegiatan ekonomi global yang berakibat pada penurunan konsumsi minyak nabati terutama minyak nabati yang diimpor.
Terkait dengan pandemi korona, BNPB mengkhawatirkan bahwa cekaman covid-19 di dalam negeri akan berlangsung sampai lebaran, sementara banyak pakar dunia memperkirakan puncak pandemik korona akan terjadi pada sekitar bulan Mei-Juni. Situasi ini dikhawatirkan akan menekan harga minyak nabati termasuk minyak sawit. “Beberapa bulan lagi kita akan masuk ke musim kemarau 2020 dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi momok yang menakutkan.
Pembukaan lahan dengan sistem bakar oleh masyarakat harus dapat dihindari, meskipun peraturan perundangan masih memungkinkan untuk pembukaan lahan di bawah 2 hektar,” kata Mukti Sardjono. Perusahaan perkebunan, lanjut dia, perlu memperkuat kembali koordinasi dengan instansi terkait dan memeriksa kesiapan sarana dan prasarana pencegahan kebakaran yang dimilki.
Gapki berpendapat, upaya yang telah dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit dalam membangun Masyarakat Peduli Api, Desa Peduli Api dan sejenisnya perlu terus dikembangkan dengan melibatkan lebih banyak lembaga masyarakat formal dan non formal. “Dengan koordinasi yang baik dan keterlibatan lebih banyak masyarakat diharapkan insiden karhutla tahun 2020 akan dapat ditekan bahkan dihindari,” pungkasnya.
Sumber: Investor.id