Bisnis, JAKARTA Kinerja emiten perkebunan sawit pada 2019 ditutup dengan rapor merah. Tahun ini, lesunya harga CPO dan lemahnya permintaan global akibat pandemi COVID-19 menjadi tantangan yang harus dihadapi.
Tahun lalu merupakan musim yang berat bagi emiten perkebunan sawit. Dari 11 emiten yang sudah menyampaikan laporan keuangan 2019, hanya PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) yang labanya melaju di teritori positif.
SMAR membukukan laba bersih Rp 898,63 miliar, naik 50,34% year on-year dari Rp597,77 miliar pada 2018. Kenaikan profitabilitas itu didorong oleh laba selisih kurs Rp 407,15 miliar saat penjualan menciut 3,2% yoy menjadi Rp36,19 triliun.
Menurut Investor Relations Sinar Mas Agribusiness and Food Pinta S. Chandra, perseroan belum dapat memberikan target pendapatan atau pun laba bersih pada 2020.
“Target top dan bottom line akan sangat tergantung pada harga pasar CPO internasional yang berada di luar kendali,” katanya kepada Bisnis, belum lama ini.
Di bursa berjangka Malaysia, harga CPO kontrak aktif sudah melorot 23,17% year-to-date ke level 2.265 ringgit per ton. CPO sempat menyentuh level tertinggi 3.025 ringgit per ton pada 10 Januari 2020.
Sementara itu, Head Investor Relations Sampoema Agro Michael Kesuma menuturkan perusahaan akan fokus untuk efisiensi biaya di tengah kondisi sulit ini. Emiten berkode saham SGRO itu, lanjutnya, bakal memperketat belanja modal dan belanja operasional lainnya.
“Pengeluaran kami lebih selektif dengan prioritas utama adalah penambahan produktivitas dan intensifikasi. Sekalipun harga dan cuaca saat ini kurang mendukung,” ungkapnya.
Pada 2019, beban pokok pendapatan SGRO tercatat naik tipis 2,94% yoy menjadi Rp2,59 triliun. Namun, beban penjualan dan pemasaran naik 15,92% dan beban lainnya membengkak 193,5% secara tahunan.
REKOMENDASI ANALIS
Kendati awan mendung sedang menaungi industri sawit, sejumlah saham emiten dinilai masih menarik untuk dipertimbangkan investor. Dua saham yang menjadi jagoan, ialah saham PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) dan PT Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk. (LSIP).
“Pilihan saya adalah AALI dan LSIP alasannya lebih kepada size, sedangkan kelemahannya adalah umur tanaman yang sudah tua,” kata Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma kepada Bisnis, Senin (13/4).
Suria mengatakan secara tahunan kinerja emiten sektor perkebunan akan terlihat jelek, tetapi secara kuartalan terjadi kenaikan laba yang signifikan pada kuartal IV/2019 dari Rp 111,18 miliar pada kuartal III/2019 menjadi Rp211,11 miliar.
Sementara itu, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Hariyanto Wijaya mengatakan harga CPO di bursa berjangka naik karena Malaysia memperpanjang lockdown selama dua minggu. Menurutnya, hal ini seharusnya positif untuk emiten CPO Indonesia, yaitu AALI dan LSIP.
Dia menargetkan harga saham AALI dapat menyentuh Rp 6.400 dengan price eaming ratio (PER) 132,9 kali dan retum on equity (ROE) 1,1 kali pada 2020. Sementara itu, LSIP ditargetkan Rp 850 dengan PER 40,1 kali dan ROE 3,0 kali.
Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo menambahkan harga CPO akan terus melonjak seiring berkurangnya cadangan di Malaysia. Menurutnya, cadangan negeri tetangga itu akan berada di kisaran 1,65 juta ton sedangkan ekspor akan meningkat 6,1% dibandingkan dengan Maret.
Dalam riset yang dipublikasikan Bloomberg, Tim Analis JP Morgan Asia Pacific Equity Research menurunkan proyeksi harga CPO pada 2020 dari 2.650 menjadi 2.470 ringgit per ton.
Pada semester 1/2020, rerata harga CPO diperkirakan 2.450 dan naik tipis menjadi 2.500 ringgit per ton pada paruh kedua tahun ini. Adapun, asumsi harga minyak rerata US$40 per ton pada tahun ini.
Hal itu didorong oleh ketidakjelasan penanganan krisis COVID-19 yang berimplikasi terhadap perekonomian global dan permintaan CPO. Pertumbuhan permintaan CPO global pun direvisi dari 6% menjadi 2% pada 2020. Salah satu faktor penekannya ialah terhambatnya implementasi biodiesel.
JP Morgan menilai saham AALI menarik untuk dicermati. Entitas Grup Astra itu diperkirakan memproduksi 4,16 juta ton tandan buah segar dan 1,87 juta ton CPO pada 2020. Dari situ, AALI diproyeksi mengantongi pendapatan dan laba sebesar Rp20,51 triliun dan Rp547 miliar pada tahun ini. Namun, JP Morgan memangkas target harga AALI jadi Rp7.300. (Pandu Gumilar)
Sumber: Bisnis.com