INILAH, Jakarta – Di tengah pandemi Corona atau COVID-19, bisnis sawit di Indonesia kembali diguncang kampanye hitam. Celakanya lagi, pelaku kampanye hitam itu adalah WHO, organisasi kesehatan dunia di bawah PBB.
Atas hal ini, Kementerian Luar Negeri RI telah melayangkan surat protes terhadap materi kampanye online yang diterbitkan kantor regional WHO di Mediterania Timur dan di Eropa. Yang masing-masing berjudul “Nutrition Advice for Adults during Covid-19” and “Food and Nutrition Tips During Self Quarantine”.
Pekan lalu tepatnya 27 April 2020, pihak Kemenlu RI mengirim surat keberatan kepada Kantor Perwakilan WHO di Jakarta. Dan hal ini diamini Mahendra Siregar, Wakil Menteri Luar Negeri RI. “Minggu lalu, surat sudah dikirimkan ke WHO,” ujar Mahendra melalui WhatsApp.
Mahendra menjelaskan isu surat tersebut. Bahwa, Indonesia meminta WHO untuk membuat perubahan pada isi publikasi, menerapkan prinsip imparsialitas sebagaimana layaknya Badan PBB, menciptakan perspektif yang lebih seimbang tentang asupan minyak nabati dalam diet sehat, khususnya minyak sawit, serta menerapkan prinsip kehati-hatian ketika menerapkan saran yang bersifat umum ke dalam konteks yang bersifat khusus.
Kedua artikel tersebut memuat informasi kesehatan dan tips mengonsumsi makanan selama pandemi Covid-19. Sebagai contoh dalam artikel berjudul “Nutrition Advice for Adults during Covid-19” dicantumkan consume unsaturated fats (e.g. found in fish, avocado, nuts, olive oil, soy, canola, sunflower and corn oils) rather than saturated fats (e.g. found in fatty meat, butter, palm and coconut oils, cream, cheese, ghee and lard).
Sementara itu artikel berjudul “Food and Nutrition Tips During Self Quarantine” yang diterbitkan WHO regional Eropa. Ada himbauan yang tertulis reduce foods such as red and fatty meats, butter and full-fat dairy products, palm oil, coconut oil, solid shortening and lard.
Sejatinya, dalam surat Kemenlu RI, terdapat 7 poin koreksi terhadap dua artikel WHO itu. Pertama, menghargai inisiatif WHO yang baik dalam memberikan saran nutrisi bagi masyarakat, Indonesia sangat prihatin dengan konten materi yang tidak berimbang dan bahkan mengesampingkan konsumsi minyak kelapa sawit sebagai produk yang layak dikonsumsi selama pandemi.
Kedua, asumsi bahwa konsumsi minyak sawit berdampak buruk terhadap kesehatan merupakan mispersepsi yang masih dipertentangkan. Gerdapat berbagai penelitian lain yang menunjukkan manfaat nutrisi minyak sawit, termasuk untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Antara lain, berbagai penelitian telah menemukan bahwa kelapa sawit [Cazzola (2017), Mukjerjee and Mitra (2009), Slover (1971) and Gunstone (1986)]: mengandung fitosterol, yakni senyawa yang secara alamiah membantu menurunkan kolesterol; meningkatkan fungsi otak, mengurangi resiko pembentukan gumpalan darah di arteri, dan menurunkan tekanan darah mengandung vitamin A dan E, terutama tocopherol dan tocotrienol (antioksidan) yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh memiliki kandungan Vitamin E lebih banyak dibandingkan minyak nabati lainnya
Ketiga, Kemenlu mengingatkan bahwa dalam salah satu jurnal di buletin WHO (2019) berjudul “The palm oil industry and noncommunicable diseases”, di mana WHO menekankan perlunya penelitian yang independen dan komprehensif mengenai dampak kelapa sawit terhadap kesehatan. Mengingat adanya beragam penelitian yang tidak konklusif (saling berlawanan) tentang kelapa sawit.
Keempat, Karenanya, konten semacam itu semakin memperburuk citra stereotip dan mispersepsi mengenai minyak kelapa sawit, dengan mengabaikan berbagai penelitian yang justru membuktikan manfaat baik kelapa sawit untuk kesehatan.
Kelima, Kami mencatat bahwa informasi tersebut diambil dari saran yang bersifat umum (general advice) WHO mengenai prinsip-prinsip diet sehat. Namun demikian, mengkaitkan secara langsung saran yang bersifat umum tersebut dengan konteks pandemi yang bersifat spesifik, berpotensi menjadi informasi yang menyesatkan (misleading information), karena seolah-olah menyampaikan bahwa mengkonsumsi “saturated fats” menjadi penyebab langsung peningkatan resiko terkena penyakit menular, khususnya Covid-19. Informasi yang menyesatkan ini antara lain tercermin pada bahasa yang digunakan (“dont eat”) pada materi yang berformat diagram infografis (terlampir).
Keenam, penggambaran negatif dan dorongan untuk tidak membeli minyak kelapa sawit dalam diagram tersebut juga akan mengancam kesejahteraan jutaan petani kecil di berbagai negara, yang pada saat yang sama telah merasakan berbagai dampak ekonomi dan sosial dari pandemi.
Ketujuh, Indonesia menyerukan kepada WHO untuk membuat perubahan pada isi publikasi, menerapkan prinsip imparsialitas sebagaimana layaknya Badan PBB, menciptakan perspektif yang lebih seimbang tentang asupan minyak nabati dalam diet sehat, khususnya minyak sawit, serta menerapkan prinsip kehati-hatian ketika menerapkan saran yang bersifat umum ke dalam konteks yang bersifat khusus. [inilahcom]