Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri melakukan diplomasi penggunaan kelapa sawit guna mengekspansi pasar terutama ke negara tujuan ekspor seperti India dan China.
Kementerian Luar Negeri bersama Universitas Negeri Padang mengintensifkan kampanye positif minyak kelapa sawit melalui seminar daring dengan tema Diplomasi Indonesia dalam Memajukan Minyak Nabati Bagi Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada Senin (3/8/2020).
Minyak nabati sawit merupakan salah satu produk unggulan Indonesia di pasar dunia. Pada 2019, Indonesia memproduksi 37,4 juta metrik ton minyak kelapa sawit dengan nilai ekspor mencapai US$23 miliar.
“Diplomasi sawit perlu diterapkan untuk membuka dan menjamin akses pasar bagi minyak kelapa sawit Indonesia, dengan melakukan pendekatan diplomasi ke negara-negara tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit, seperti India dan China,” tulis Kemlu melalui siaran pers, Senin (3/8/2020).
Seminar tersebut juga menyampaikan hasil kajian Kemenlu terkait minyak nabati dikaitkan dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs) menggunakan computable equilibrium model (CGEs) dalam aplikasi Global Trade Analysis Project (GTAP).
Kajian menyimpulkan bahwa minyak sawit terbukti lebih efisien dalam penggunaan lahan dan hasil panen dibandingkan minyak nabati lain, seperti canola/rapeseed, biji bunga matahari, biji jagung, dan biji kedelai.
Dari sisi lingkungan, minyak sawit juga terbukti efisien karena paling minim dalam penggunaan pestisida yang merusak lingkungan, bahkan minyak sawit Indonesia juga memenuhi 12 dari 17 SDGs.
Di samping keunggulan-keunggulan minyak nabati sawit tersebut, dari aspek sosial, sektor industri sawit di Indonesia telah membuka lapangan pekerjaan baru dan berperan untuk meningkatkan taraf hidup para petani kelapa sawit.
Hasil kajian juga merekomendasikan agar dibentuk pendekatan strategic communication yang holistik untuk memerangi kampanye hitam melawan minyak kelapa sawit dengan mempertimbangkan profil, demografi, dan persepsi publik dari masing-masing negara sasaran.
Seminar diikuti oleh setidaknya 100 peserta yang terdiri dari berbagai civitas academia UNP dengan narasumber Rektor UNP Ganefri, Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Multilateral BPPK Kemlu, Dindin Wahyudin, dan dibuka oleh Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kemlu Siswo Pramono.