InfoSAWIT, JAKARTA – Produksi minyak sawit bersifat tidak elastis terhadap harga, berapapun harga pasar, minyak sawit akan dijual lantaran dengan menahannya baik di kebun maupun di tanki timbun ketika harga turun akan menimbulkan kerugian yang lebih besar, sedangkan menambah produksi secara cepat ketika harga tinggi tidak memungkinkan.
Sebaliknya, produksi minyak nabati asal tanaman setahun seperti minyak kedelai, minyak biji rampak dan minyak biji bunga matahari dapat menyesuaikan produksi dengan harga pasar. Terlebih bila harga minyak nabati turun, produsen minyak nabati asal tanaman setahun akan mampu dengan cepat merespon agar harga tidak sampai jatuh di bawah harga yang mereka inginkan, dan minyak sawit yang tidak mempunyai kemampuan untuk merespon, juga ikut terselamatkan.
Kontributor utama biaya produksi minyak sawit adalah produktivitas tanaman dan upah (Dharsono 2013). Kajian Fry 2010 lebih lanjut menunjukkan bahwa kontribusi biaya upah di minyak nabati asal tanaman setahun cenderung turun sementara di minyak sawit masih cenderung naik. Fry (2010) menyatakan bahwa biaya produksi minyak kedelai akan sama dengan biaya produksi minyak sawit pada 2025. Menurut Wahid (2009), biaya produksi CPO Malaysia pada 2008 dua kali dari biaya produksi tahun 2000 atau kenaikan sekitar 12,5%/tahun.
Oleh sebab itu, menjaga biaya produksi minyak sawit ditambah biaya transport di pasar utama untuk tetap dibawah biaya minyak nabati yang berasal dari tanaman setahun menjadi keharusan untuk menjaga kelangsungan industri minyak sawit.
Kontribusi utama biaya adalah upah (29%) diikuti dengan pupuk (27%) seperti terlihat pada grafik Struktur biaya produksi minyak sawit. Celakanya, di sentra produksi sawit, laju kenaikan upah (UMP) pada periode 2003-2013 sempat sangat tinggi yaitu 12,4%/tahun (Lihat gambar Garfik Laju pertumbuhan penyumbang utama biaya produksi minyak sawit yaitu UMP di sentra produsen sawit), sementara harga pupuk naik dengan laju sekitar 11%/th, sementara produktivitas tanaman naik dengan laju hanya sekitar 1,5%/tahun.
Mekanisasi dan Industri Minyak Sawit
Manusia memiliki keterbatasan tenaga, pandangan dan lainnya, sehingga waktu kerjanya terbatas dan sangat tergantung pada persekitarannya. Dalam kondisi tidak optimal, hasil kerja manusia cenderung tidak akurat. Kondisi ini sering membuat pupuk ditabur kurang merata sehingga dosis diterima per pohon tidak tepat, pupuk dan herbisida diaplikasi pada kondisi curah hujan kurang optimal karena waktu aplikasi yang terlalu panjang akibat keterbatasan tenaga, demikian juga dengan penyiapan lahan dan banyak kegiatan lainnya. Akibatnya, biaya menjadi lebih tinggi, ketidak efektifan input produksi, produksi tanaman tidak optimal dan akibatnya biaya persatuan produk menjadi tinggi.
Sebaliknya performa mesin kurang dipengaruhi oleh iklim, tidak mengalami kelelahan. Mesin diesel yang digunakan dalam berbagai alat pertanian dapat beroperasi praktis tanpa istirahat. Dengan besarnya tenaga dan sedikitnya halangan, maka dengan mekanisasi seorang operator dapat menyelesaikan tugas yang jauh lebih besar dan lebih cepat dari pada kalau dilakukan secara manual. Pekerjaan dilakukan dengan lebih cermat dan tepat sehingga prinsip tepat waktu, tepat dosis dan tepat sasaran sehingga biaya produksi dapat lebih rendah dan hasil lebih tinggi sehingga biaya persatuan produk menjadi lebih rendah.
Dengan uraian diatas, mekanisasi merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh industri minyak sawit yang luasan perkebunannya tumbuh dengan laju sekitar 350 ribu hektar/tahun dan produktivitas manusianya masih sangat rendah dan harus mampu mempertahankan biaya produksi yang rendah walaupun biaya upah dan input produksi. (Lalang Buana, Anggota MAKSI)
Sumber: Info Sawit