JAKARTA, investor.id – Cuaca kurang bersahabat yang beimplikasi terhadap penurunan produksi minyak kedelai dunia, serta peningkatan permintaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) India dan Tiongkok pada semester II tahun ini bakal berdampak positif terhadap kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).
Analis Danareksa Sekuritas Andreas Kenny mengungkapkan, permintaan minyak nabati dari Tiongkok dan India mulai naik karena sentimen menjelang perayaan Diwali di India dan perkiraan La Nina dalam waktu dekat.
“Kenaikan harga tersebut sesuai perkiraan kami sebelumnya. Saat ini, selisih harga CPO dengan minyak kedelai kian menyempit. Tren kenaikan harga CPO diperkirakan terus berlangsung dalam beberapa bulan ke depan,” tulis Andreas dalam riset terbaru.
Kenaikan harga jual CPO, menurut dia, juga dipengaruhi oleh penurunan produksi minyak kedelai di Amerika Serikat (AS) akibat cuaca kering yang melanda bumi bagian selatan. Kenaikan juga dipengaruhi oleh sentimen La Nina. Hal itu diperkirakan membuat produksi kedelai di Negara tersebut turun tahun ini.
Andreas memperkirakan, dengan kondisi cuaca kering, produktivitas kedelai di Negara tersebut kemungkinan turun 5%.
Sementara, Oil World memperkirakan cuaca tersebut membuat produksi pertanian seluruh dunia akan terkoreksi. Hal ini diperkirakan sama dengan kondisi yang terjadi pada 2017 dan 2018.
Oil World dalam edisi Agustus 2020 menyebutkan bahwa produksi CPO dunia kemungkinan terpangkas sebesar 3,9% atau 1,1 juta ton. Penurunan diperkirakan berasal dari Indonesia dengan proyeksi produksi hanya mencapai 42,9 juta ton.
Sedangkan produksi CPO Malaysia relatif stabil tahun ini. Kondisi tersebut berpotensi membuat stok CPO mengetat, meskipun Pemerintah Indonesia kemungkinan memotong target produksi biodiesel B-30 akibat penurunan permintaan minyak dan melebarnya disparitas antara harga minyak dan CPO.
Berbagai faktor tersebut mendorong Danareksa Sekuritas untuk mempertahankan rata-rata harga jual CPO di atas MYR 2.500 per ton pada semester II tahun ini. Dengan kondisi tersebut, saham Astra Agro Lestari dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) paling diuntungkan.
Sebab itu, Danareksa Sekuritas mempertahankan overweight untuk saham sektor perkebunan kelapa sawit.Sedangkan rekomendasi beli diberikan untuk saham AALI dan LSIP dengan target harga masing-masing Rp 12.500 dan Rp 1.300.
Sementara itu, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan mengungkapkan, rata-rata harga jual CPO diperkirakan berada di level MYR 2.500 per ton tahun ini dan diproyeksikan kembali naik menjadi MYR 2.600 per ton. Rentang harga tersebut didukung oleh ekspektasi peningkatan permintaan CPO dari India dan Tiongkok yang cenderung meningkat pada paruh kedua tahun ini.
Ekspektasi kenaikan harga jual tersebut juga didukung oleh analisis produksi CPO Malaysia yang diperkirakan turun hingga 500 ribu ton menjadi 19,4 juta ton tahun ini.
Sedangkan volume produksi CPO Malaysia tahun 2021 diperkirakan naik menjadi 19,6 juta ton.
Adapun ekspor CPO Malaysia diperediksi turun tahun ini sebesar 11% menjadi 16,5 juta ton dan meningkat menjadi 17,3 juta ton pada 2021.
Begitu juga dengan produksi CPO Indonesia diperkirakan turun menjadi 42,5 juta ton akibat cuaca hujan di Kalimantan dan Sulawesi.
Sedangkan konsumsi CPO dalam negeri menunjukkan penurunan setelah pemerintah merevisi turun target konsumsi biodiesel (B30) dari 9,6 juta liter menjadi 8 juta liter setelah terimbas pandemi Covid-19. Kebun Sawit.
Harga jual tersebut juga telah mempertimbangkan peningkatan permintaan CPO dari India dan Tiongkok. Menurut Andy, impor CPO India diprediksi mencapai 5,8 juta ton tahun ini atau turun sebanyak 11% dari realisasi tahun lalu. Impor tersebut diprediksi meningkat menjadi 6,1 juta ton pada 2021.
Adapun impor CPO Tiongkok diproyeksikan anjlok 15% menjadi 6,4 juta ton tahun ini dan diharapkan meningkat menjadi 6,7 juta ton pada 2021.
Berbagai faktor tersebut mendorong Mirae Asset Sekuritas untuk mempertahankan overweight saham sektor perkebunan sawit dengan pilihan teratas saham AALI dan LSIP. Saham AALI direkomendasikan beli dengan target harga Rp 13.400 yang merepresentasikan estimasi PE tahun ini sekitar 27,4 kali. Begitu juga dengan saham LSIP direkomendasikan beli dengan target harga Rp1.365 yang mengimplikasikan target PE tahun ini 16,5 kali.
Strategi Astra Agro
Menurut Andy Wibowo, Astra Agro masih mempertahankan strategi penanaman kembali (replanting) sebagai pendorong pertumbuhan kinerja operasional dan keuangan dalam jangka panjang. Hal ini dipicu sulitnya untuk akuisisi lahan baru.
Sepanjang semester I-2020, perseroan telah melaksanakan replanting lahan seluas 4.633 hektare (ha). “Program yang sudah bergulir sejak beberapa tahun lalu tersebut membawa peningkatan kebun belum menghasilkan menjadi sekitar 20,9% atau menjadi 22.275 ha sampai semester I-2020,” jelas dia.
Di sisi lain, usia tanaman perseroan turun menjadi rata-rata 15 tahun pada paruh pertama tahun ini. “Kami memperkirakan usia tanaman perseroan akan terus turun sejalan dengan berlanjutnya program replanting ke depan,” ungkap Andy.
Secara keuangan, Astra Agro diharapkan mencetak kas bersih (net cash) mulai tahun 2022 dibandingkan posisi akhir tahun lalu dengan utang bersih 0,3 kali. Sedangkan total utang berbunga perseroan hingga semester I-2020 mencapai Rp 5,7 triliun.
Sebelumnya, Presiden Direktur Astra Agro Lestari Santosa mengatakan, Astra Agro akan merevisi belanja modal atau capital expenditure (capex) tahun ini dari rencana semula Rp 1,3 triliun. Hal itu dilakukan karena kondisi bisnis yang dipengaruhi oleh pandemic Covid-19.
Rencana revisi belanja modal tersebut dilakukan karena perseroan telah mengevaluasi ulang untuk menunda capex yang diperkirakan belum esensial.
Sumber: Investor.id