PASANGKAYU, SULBAR, investor.id – Bagi sebagian masyarakat limbah dari perkebunan kelapa sawit boleh saja tidak begitu berharga. Namun di tangan siswa SMP Astra Makmur Jaya limbah dalam hal ini lidi kelapa sawit jadi produk bernilai ekonomis.
Siswa SMP Astra Makmur Jaya yang merupakan binaan PT Letawa anak usaha PT Astra Agro Lestari (AAL) Tbk Grup Area Celebes memang tak pernah berhenti berkreasi dan berinovasi.
Sebagai sekolah yang berlokasi di tengah areal perkebunan kelapa sawit PT Letawa di Desa Makmur Jaya, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar), sudah menjadi panggilan jiwa untuk berkarya dengan memanfaatkan dan memaksimalkan potensi lokal. Sekolah dengan motto
Sekolahnya Sang Juara’ ini selalu melakukan terobosan baru yang sangat menggugah dan inspiratif. Terobosan kali ini mengeksplorasi limbah dari perkebunan kelapa sawit. Fokusnya adalah peningkatan nilai ekonomis lidi kelapa sawit.
Selama ini lidi kelapa sawit hanya tergeletak begitu saja di dalam blok sawit. Meskipun ada yang memanfaatkan, hanya baru sebatas membuat sapu lidi saja. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, lidi kelapa sawit dapat diproses lebih lanjut menjadi beragam jenis kerajinan tangan yang bernilai ekonomis tinggi.
Atas dasar itulah, sekolah yang dipimpin Adi Dasuki ini menghelat kegiatan lomba kerajinan tangan dengan bahan dari lidi pelepah kelapa sawit.
“Kami mengadakan lomba kerajinan tangan dengan bahan dari lidi sawit ini didasarkan atas banyaknya lidi sawit yang tersedia di perkebunan dan besarnya potensi ekonomi yang dikandung oleh lidi kelapa sawit ini,” kata Kepala Sekolah (Kepsek) SMP Astra Makmur Jaya, Adi Dasuki di Pasangkayu, Minggu (27/9/2020), seperti dilansir trans89.com.
Menurut dia, lomba yang melibatkan siswa SMP Astra Makmur Jaya ini diharapkan ke depannya mampu melatih daya kreativitas siswa, kepekaan siswa terhadap potensi lingkungan sekitar, dan menjadi pelopor bagi masyarakat luas agar turut serta meningkatkan nilai ekonomis lidi sawit guna menambah pundi-pundi rupiah bahkan dollar.
“Kegiatan lomba kerajinan tangan ini juga merupakan salah satu bentuk aplikasi dan pengembangan dari mata pelajaran muatan lokal (mulok) Pendidikan Lingkungan Kebun Kelapa Sawit (PLKS). Mulok PLKS diterapkan di seluruh sekolah binaan Yayasan Astra Agro Lestari,” tutur Adi Dasuki.
Ia menjelaskan, lomba kerajinan tangan ini berlangsung tanggal 7 hingga 21 September 2020, diikuti secara individu, dimana siswa yang mengikuti perlombaan ini diminta untuk merekam proses pembuatan dari awal hingga akhir dalam bentuk video berdurasi maksimal 5 menit, dan video dikirimkan kepada wali kelas masing-masing.
“Setiap wali kelas memilih lima karya terbaik untuk dinilai oleh tim dewan juri. Lima karya terpilih dari setiap kelas wajib menyerahkan video dan fisik produk. Tim dewan juri dalam perlombaan ini adalah guru pembina Hadiana, Kepala TK Sari Wiwit Andi Rosma, dan saya sendiri,” jelas Adi.
Dirinya mengemukakan, dari 29 peserta lomba kerajinan dengan bahan lidi sawit, berdasarkan hasil penilaian dewan juri, maka ditetapkanlah tiga pemenang, dimana juara I diraih Dial Fakih Fauzi (VII-B), juara II diraih Ibram Rahalang (VII-D), dan juara III diraih Agung Kaia (VII-A).
“Atas pencapaiannya, para juara diberikan hadiah uang pembinaan masing-masing sebesar Rp450.000, Rp 350.000, dan Rp200.000. Hadiah diserahkan oleh dewan juri dengan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19,” ujar Adi.
Dial Fakih Fauzi merasa sangat senang dinyatakan sebagai Juara I dalam lomba kerajinan tangan dengan bahan dari lidi sawit.
“Semoga ke depannya lomba seperti ini bisa terus diselenggarakan. Lomba ini sangat baik untuk melatih kreativitas dan melestarikan budaya Indonesia,” tutur Fauzi setelah acara penyerahan hadiah berakhir di lobi SMP Astra Makmur Jaya.
Fauzi mengaku sangat antusias ketika mendapatkan informasi lomba tersebut, dan setelah mendapatkan izin dan restu orang tuanya, ia langsung menyiapkan bahan dan peralatan. Remaja kelahiran Bone, 3 September 2007 ini memilih membuat miniatur kapal Phinisi.
“Saya memerlukan waktu kurang lebih 14 jam untuk mengerjakannya, dari mencari bahan lidi sawit sampai tahap finishing selama tujuh hari. Saya memilih membuat kapal Phinisi karena saya ingin melestarikannya,” ujar Fauzi.
Ia mengakui menjadi sebuah kewajiban sebagai putra daerah Sulawesi Selatan untuk ikut serta melestarikan kebudayaan daerah asal.
“Melalui karya kerajinan tangan ini, saya ingin mengingatkan dan mengajak generasi muda untuk tidak melupakan warisan nenek moyang. Kapal Phinisi bukan hanya milik Sulawesi Selatan saja, namun kapal Phinisi adalah milik Indonesia. Dan wajib dilestarikan,” kata Fauzi.
Putra dari Jamaluddin ini menyatakan bahwa dirinya akan terus mengembangkan kreativitasnya memanfaatkan lidi kelapa sawit.
“Saya siap menerima pesanan apabila di kemudian hari ada yang berminat memiliki miniatur kapal Phinisi. Saya yakin bisa mengerjakan lebih cepat dari sebelumnya,” ujar Fauzi. (Gora Kunjana)
Sumber: Investor.id