Bisnis.com, JAKARTA — Industri kelapa sawit mencatat peningkatan konsumsi dari industri oleokimia meningkat di tengah resesi Indonesia. Hal itu diproyeksi akibat kewajiban protokol kesehatan kepada seluruh masyarakat di masa pagebluk Covid-19.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Kanya Lakshmi Sidarta mengatakan meski pihaknya belum mendata secara rinci peningkatan pada produk hilirnya tetapi sejalan dengan masa pandemi yang belum berakhir konsumsi industri oleokimia terus meningkat.
Adapun industri oleokimia mengubah minyak sawit menjadi produk antara seperti soap noodle, fatty acidm gliceryn, dan metyl ester. Produk tersebut merupakan bahan baku produk kebersihan seperti sabun, sampo, hingga hand sanitizer.
“Kalau dulu penggunaan sabun cuci tangan mungkin hanya sekali atau tiga kali waktu makan sedangkan sekarang harus lebih rutin begitu pula hand sanitizer jadi secara data permintaan di oleokimia memang naik,” katanya kepada Bisnis, Kamis (8/10/2020).
Secara data, Gapki mencatat konsumsi oleokimia per Juli 2020 menjadi yang tertinggi dibanding dengan konsumsi untuk produk pangan dan biodiesel. Yakni oleokimia naik 45 persen, biodiesel 27 persen, sedangkan paling rendah untuk produk pangan yang hanya naik 15 persen.
Secara volume, konsumsi oleokimia naik 6.000 ton menjadi 148.000 ton dan untuk produk pangan naik 4.000 ton menjadi 642.000 ton. Sementara konsumsi biodiesel sebesar 87.000 ton menjadi 638.000 ton pada Juli 2020.
Sementara itu, dibandingkan dengan bulan sebelumnya konsumsi dalam negeri secara keseluruhan mengalami kenaikan 97.000 ton menjadi 1,42 juta ton. Secara tahunana total konsumsi domestik juga melesat 3 persen lebih tinggi dibanding periode JUli 2019 atau sebesar 10,09 juta ton.
Laksmi menduga tutupnya sejumlah horeka hingga lumpuhnya sektor pariwisata menjadi indikator serapan yang rendah di produk pangan. Sementara untuk biodiesel dari penugasan 9 juta kiloton tahun ini diproyeksi hanya akan menyentuh serapan sekitar 8 juta kiloton.
“Sekarang wisata kuliner turun dan gaya hidup berubah dari yang sering memakai tranportasi umum jadi berkurang tetapi yang akan membuat konsumsi meningkat tentu dari potensi jumlah penduduk yang kian besar,” ujar Laksmi
Sementara dari sisi produksi CPO pada Juli, GAPKI mencatat telah tercapai 3,84 juta ton atau 6,2 persen lebih rendah secara periode bulanan dan 8,2 persen lebih rendah secara periode tahunan.
Dengan produksi tersebut, stok akhir Juli 2020 sebesar 3,61 juta ton atau 253 persen dari konsumsi Juli.
“Kalau secara full year tahun ini produksi mungkin relatif stagnan kalau pun lebih rendah sedikit dari tahun lalu karena pandemi tidak mengubah secara signifikan kegiatan produksi hanya saja menambah beban biaya guna memenuhi protokol kesehatan,” kata Laksmi.
Pemerintah terus memperketat penerapan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19 dan masyarakat yang masih menantikan hadirnya vaksin corona. (Ipak Ayu)
Sumber: Bisnis.com