KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah berencana meningkatkan tarif bea keluar dengan skema progresif terhadap minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya mulai tahun depan.
Skema progresif menyebabkan tarif pajak akan semakin meningkat apabila jumlah objek pajak semakin banyak dan nilai objek pajak mengalami kenaikan.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyampaikan, tarif bea keluar secara progresif untuk CPO sekitar US$ 12,5 setiap kenaikan harga US$ 25.
Sementara untuk produk turunan CPO dikenakan US$ 10 per kenaikan harga US$ 25. Menurut dia, kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan program sawit, seperti B30 dan peremajaan sawit rakyat.
Merespons hal ini, Direktur Utama PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) Santosa mengatakan, kebijakan tersebut memang dapat mendukung program B30 yang notabene menjadi stabilisator permintaan CPO dalam negeri.
Pasalnya, tanpa ada program B30, bakal ada pengurangan permintaan global atau tambahan pasokan ke pasar global yang diperkirakan mencapai 2,5 juta ton-3 juta ton per tahun.
“Tentunya dengan selisih yang demikian besar di sisi pasokan dan permintaan akan berpengaruh terhadap tingkat harga jual di pasar global,” kata Santosa saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (30/10).
Dengan kata lain, seiring bertambahnya permintaan CPO domestik berkat program B30, pasar dalam negeri dapat meningkatkan pengaruhnya dalam pergerakan harga jual CPO di pasar mancanegara.
Santosa menambahkan, untuk saat ini, kebijakan tersebut juga merupakan pilihan terbaik dibanding opsi lainnya. Mengingat, selisih harga antara bahan bakar fosil dan minyak nabati saat ini cukup besar.
Dengan begitu, untuk menjaga kelangsungan program B30, subsidi bahan bakar minyak nabati harus ada yang menutup.
Pilihan lain untuk menutup subsidi B30 berasal dari anggaran pemerintah. Akan tetapi, dalam kondisi saat ini anggaran pemerintah lebih diprioritaskan untuk penanganan pandemi dan stimulus ekonomi lainnya.
Sekretaris Perusahaan PT Mahkota Group Tbk (MGRO) mengatakan, manajemen MGRO juga mendukung langkah pemerintah ini.
Menurut dia, peningkatan tarif bea keluar dengan skema progresif dapat menjaga keseimbangan serta stabilitas harga CPO dan tandan buah segar (TBS) pada level tertentu.
Di samping itu, apabila dana sawit yang berasal dari pungutan ekspor dikelola dengan baik untuk sektor hulu, maka ini akan berdampak positif.
“Pasalnya, hal tersebut akan memberikan jaminan keberlanjutan dari ketersediaan bahan baku TBS untuk diolah dalam jangka panjang,” kata Elvi
Kemudian, dari segi keuangan, kebijakan ini dianggap dapat semakin membebani sisi biaya bagi perusahaan yang melayani pasar ekspor.
Meskipun begitu, saat ini penjualan MGRO masih lebih besar di pasar lokal dibanding ekspor. “MGRO berharap dalam program B30 nanti bisa lebih memperkuat penjualan domestik,” ungkap dia.
Bernada serupa, Santosa menilai, kebijakan ini bakal mengurangi potensi keuntungan yang bisa dihasilkan karena adanya kenaikan biaya pungutan ekspor. Akan tetapi, kebijakan ini bukan masalah besar bagi AALI.
Pasalnya, AALI mempunyai strategi penjualan opportunistic, yakni bakal menjual kepada pihak yang lebih banyak memberikan keuntungan.
AALI tidak menargetkan secara spesifik porsi penjualan ekspor dan domestik. “Kalau domestik net-nya lebih baik ya jual domestik. kalau ekspor lebih tinggi ya ekspor. Ini kan komoditas jadi kami mengalir saja,” tutur Santosa. (Nur Qolbi)
Sumber: Kontan.co.id