Setiap hari, Susi bangun pagi sekali. Wanita dari Suku Anak Dalam (SAD) ini merapikan diri untuk langsung menjemput para muridnya. Jarak rumah dan lokasi menjemput muridnya cukup jauh, ke perbatasan hutan dan permukiman. Dengan berjalan kaki, Susi dengan hati yang gembira menjemput anak-anak dari Suku Anak Dalam atau yang biasa disebut dengan orang rimba. Bersama anak-anak, Susi berjalan kaki menuju sekolah PAUD Nurul Ikhlas.
“Sebelum masuk sekolah, anak-anak Suku Anak Dalam mandi terlebih dahulu,” ungkap Susi. Para siswa PAUD ini tidak mandi sendiri sebagaimana anak-anak pada umumnya. Setiap hari, mereka dimandikan oleh wanita 3 anak ini. Setelah itu, anak-anak belajar sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Susi mengenang perjuangannya saat ingin belajar dulu. “Tidak lebih dari 10 orang yang belajar pada zaman dulu,” kenang Susi. Dari kurang dari sepuluh orang tersebut, tidak ada satu pun perempuan. Semua laki-laki, termasuk kakaknya.
Melihat sang kakak dapat membaca, menulis, dan berhitung, timbul keinginan Susi untuk belajar. Keinginannya tersebut ia sampaikan kepada kedua orang tuanya. “Orang tua saya menolak,” ujarnya. Namun, penolakan itu tidak mematahkan semangatnya untuk mau belajar. Ia terus berdiskusi dengan orang tuanya. Berbagai alasan disampaikan orang tua Susi, termasuk alasan adat. Begitu pun Susi terus juga memberikan alasan pentingnya belajar.
Lama kelamaan, hati orang tuanya luluh. Kebulatan tekad Susi mengubah pemikiran dan hati orang tuanya. “Oke, kalau kamu mau sekolah, kamu harus sekolah sampai tinggi,” ungkap Susi menirukan wasiat ayahnya. Rupanya, bukan sekadar memberikan izin untuk sekolah tetapi juga memberikan semangat agar Susi dapat bersekolah tinggi.
Ucapan orang tuanya tidak Susi jadikan angin lalu. Ia benar-benar bersemangat untuk belajar. Ia masuk SDN 191 Pematang Kabau; sekolah yang dibangun untuk Suku Anak Dalam. Ia membuktikan komitmennya tersebut dengan menyelesaikan sekolah dasar selama lima tahun saja. “Saat kelas dua, saya dites oleh sekolah dan langsung naik ke kelas 4,” ungkapnya.
Setelah lulus sekolah dasar, ia melanjutkan cita-citanya untuk dapat bersekolah tinggi. Akan tetapi, di tingkat sekolah menengah pertama inilah, ia putus sekolah. “Bapak saya meninggal saat saya kelas 3 SMP. Akibatnya, saya harus ikut membantu ekonomi keluarga,” tuturnya. Setahun kemudian, ia menikah. Akhirnya ia benar-benar tidak melanjutkan sekolah lagi.
Asa yang tak kunjung padam
Namun bukan Susi jika ia menyerah begitu saja. Beberapa tahun setelah putus sekolah, ia mengikuti penyetaraan Paket B atau setara dengan SMP. Ia masih kukuh untuk terus bersekolah walau pun tidak lagi mengenyam pendidikan formal. Sambil mengurus suami dan anak-anak, ia terus berjuang mengejar pendidikan. Cita-citanya untuk menjadi guru juga tidak dikuburnya.
Suatu hari, di tahun 2012 saat sedang di kebun, ia dipanggil oleh kakaknya. Ia diminta segera datang ke rumah. Sesegera mungkin ia kembali. Di rumah, sudah menunggu tamu dari PT Sari Aditya Loka 1 (PT SAL). “Saya diajak oleh PT SAL untuk menjadi guru PAUD,” ungkapnya. Tentu saja Susi menerima penawaran tersebut.
Menurut Thresa Jurenzy, Community Development Officer (CDO) PT SAL1, keputusan perusahaannya untuk mengajak Susi mengajar didapat dari orang terdekat Susi. Kakak Susi, Nugraha yang menginsiprasinya untuk belajar, tahu betul kebulatan tekad Susi. Ia sangat paham akan cita-cita adiknya ini. Karena itu pula, Nugraha menyampaikan cita-citanya itu kepada PT SAL.
“Awalnya sulit,” ungkap Susi. Tidak banyak SAD yang mau bersekolah pada saat itu. Kondisi Susi yang merupakan bagian dari SAD memberikan dampak tersendiri. Ia terus berkomunikasi dengan para orang tua untuk meyakinkan mereka tentang arti pendidikan. Akhirnya, para orang tua mengizinkan anak-anaknya untuk bersekolah.
“Saya tidak menyangka bisa sampai seperti ini, menjadi guru sebagaimana cita-cita saya,” ungkap Susi. Kini, Susi juga telah menyelesaikan pendidikan setara SMA melalui Paket C. Dengan menjadi guru, Susi berharap anak-anak SAD bisa lebih baik dan mampu setara dengan masyarakat lainnya. (*)
Sumber : Jambi Ekspres