Liputan6.com, Jakarta – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono, mengajak pemerintah dan pelaku usaha sawit Indonesia untuk mengkampanyekan produk sawit sebagai bisnis yang berkelanjutan (sustainable).
Kampanye ini digelorakan guna melawan Uni Eropa yang telah menetapkan kebijakan Renewable Energy Directive II (RED lI) guna melarang minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dengan berbagai alasan seperti isu lingkungan.
Joko menyatakan, kampanye larangan ini jelas akan mempersulit distribusi produk sawit Indonesia. Oleh karenanya ia mendorong pelaku usaha untuk membuktikan bahwa CPO sebenarnya masih dibutuhkan dunia.
“Kalau kemudian palm oil harus di-take out dari dunia vegetable oil, sebenarnya bagaimana menggantikannya? Jadi kita harus menunjukan pada dunia bahwa pengganti palm oil itu bukan solusi yang sustainable,” ujar dia dalam sesi webinar, Selasa (2/2/2021).
Menurut dia, pemerintah dan pelaku usaha perlu menonjolkan beberapa keunggulan atau kelebihan dari sawit. Oleh karenanya, Joko menekankan pemakaian diplomasi ekonomi bahwa sawit bisa jadi bagian dari sustainability yang saat ini menjadi number one global agenda.
“Jadi kita tidak mungkin meng-avoid ini. Mau tidak mau kita harus mengambil ini sebagai bagian dari roadmap kita ke depan, rencana besar kita ke depan. Jadi inilah yang harus jadi tema bagi diplomasi ekonomi kita,” tegasnya.
Di sisi lain, ia juga menentang keras kampanye Eropa yang menolak penggunaan sawit. Terlebih saat ini sudah banyak produk makanan di beberapa negara yang terbiasa dengan label no palm oil.
“Jadi sebenarnya no palm oil atau banning palm oil sebenarnya bukan solusi. Maka yang harus kita Kampanyekan, yang harus kita pakai sebagai pijakan dalam diplomasi ekonomi kita adalah sustainable palm oil,” seru dia.
Kalahkan Malaysia, Industri Sawit Indonesia Rajai Dunia Sejak 2006
Sejumlah pihak menilai Malaysia masih menjadi tolak ukur dunia untuk stok global produk minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya.
Penilaian itu diberikan lantaran Negeri Jiran dianggap piawai menyajikan data terkait perkembangan produksi sawit, harga maupun stok yang lebih update.
Namun, mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih berpendapat, Indonesia saat ini telah menjadi negara dengan industri sawit nomor satu di dunia. Status ini disebutnya telah didapat Indonesia sejak 2006.
“Bisa dilihat dalam industri sawit kita yang bisa jadi raja dunia. Enggak sadar kita, banyak olok-olok dan kritik, padahal sudah jadi raja sawit dunia. Status terbesar di dunia telah kita peroleh sejak 2006. Sekarang semakin mantap,” kata Bungaran dalam forum Jakarta Consulting Group (JCG) CALM, Selasa (2/2/2021).
Guru Besar IPB ini juga mengutarakan, produksi sawit telah menjadi industri strategis nasional. Menurutnya, perekonomian Indonesia akan terguncang bila industri sawit Nusantara terjadi permasalahan.
“Strategis dalam pengertian bila terjadi guncangan di industri sawit, akan punya dampak yang besar pada ekonomi nasional. Bagi sumber devisa, lapangan kerja, dan lain-lain. Tak pernah ada industri kita dalam negeri yang pernah dapat status ini,” tuturnya.
Bungaran mengatakan, keberhasilan industri sawit ini terjadi berkat adanya diplomasi ekonomi yang memakai perspektif makro dan jangka panjang.
Menurut pendapat saya, ini bisa jadi contoh untuk model pengembangan industri lain di pertanian seperti karet, gula, dan lain-lain. Bahkan mungkin diplomasi sawit kita bisa berguna untuk model bisnis di luar pertanian dan perkebunan,” pungkasnya. (Maulandy R)
Sumber: Liputan6.com