JAKARTA-Industri sawit nasional sepanjang 2020 menghasilkan devisa US$ 25,60 miliar, terbesar yang pernah dihasilkan industri sawit nasional dalam 20 tahun terakhir. Dengan devisa sebesar itu, industri sawit telah membuat neraca perdagangan Indonesia mencatatkan rekor baru yakni mengalami surplus sebesar US$ 21,70 miliar pada 2020.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung mengatakan, meski dihadang pandemi Covid-19, industri sawit Indonesia bukan hanya mampu bertahan dari sengatan virus tersebut tapi juga mampu mengukir prestasi terbaik. “Industri sawit Indonesia pada 2020 mencatat rekor baru dengan perolehan devisa US$ 25,60 miliar, ini yang terbesar dalam 20 tahun terakhir,” kata Tungkot di Jakarta, Sabtu (6/2).
Dia menjelaskan, devisa tersebut berasal dari dua sumber. Pertama, devisa dari hasil ekspor minyak sawit sepanjang 2020 sebesar USS 23 miliar. Devisa tersebut merupakan penyumbang terbesar dalam surplus neraca perdagangan nonmigas 2020, yakni dari USS 27,70 miliar net ekspor nonmigas sekitar 83% di antaranya disumbang devisa sawit. Kedua, penghematan devisa impor dari kebijakan mandatori biodiesel B30. Volume biodiesel yang terserap untuk program B30 mencapai 8,46 juta kiloliter (kl) yang setara penghematan devisa impor solar fosil US$ 2,60 miliar. Penghematan devisa impor sebesar US$ 2,60 miliar itu membuat defisit neraca perdagangan niigas mengecil menjadi US$ 5,90 miliar, bila tidak ada B30 maka defisit migas naik menjadi US$ 8,50 miliar.
Dengan kondisi tersebut, berarti devisa sawit dari ekspor sawit membuat surplus besar pada neraca nonmigas, sementara kebijakan B30 membuat defisit migas makin kecil. Akibatnya, neraca perdagangan Indonesia pada 2020 surplus US$ 21,70 miliar. “Ini adalah rekor baru surplus neraca perdagangan yang pernah dicapai Indonesia. Tidak hanya sekadar mencatat rekor baru devisa, industri sawit juga telah membawa neraca perdagangan Indonesia mencatat rekor baru.” jelas dia. Industri sawit nasional secara konsisten telah memberikan sumbangsihnya pada penyehatan neraca perdagangan Indonesia dan tidak banyak sektor ekonomi nasional yang mampu berperan seperti industri sawit.
Devisa sawit selain besar juga lebih berkualitas dilihat dari sudut pembangunan. Alasannya, lanjut Tungkot, pertama adalah devisa sawit itu sekitar 80% berasal dari ekspor produk olahan, sedangkan kontribusi ekspor bahan mentah (crude palm oil/CPO) hanya 20%, artinya devisa sawit tersebut merupakan keberhasilan hilirisasi sawit di dalam negeri. Kedua, devisa sawit tersebut dihasilkan dari pemanfaatan sumber daya domestik melalui perkebunan sawit yang tersebar pada 200 lebih kabupaten, yang berarti terjadi penciptaan pendapatan (income generating) pada sentra-sentra kebun sawit tersebut. Ketiga, hasil sinergi korporasi dengan 3 juta usaha kecil menengah (UKM) petani sawit dan melibatkan sekitar 16 juta tenaga kerja langsung dan tak langsung.
Keempat, dalam menghasilkan devisa sawit tersebut industri sawit tidak membebani anggaran pemerintah. sebaliknya malah menciptakan pendapatan negara berupa berbagai jenis pajak. Karena itulah, Tungkot Sipayung berharap pada masa yang akan datang, industri sawit kembali mencatat rekor baru yang lebih baik untuk bangsa dan negara. Perpaduan kebijakan dan inovasi peningkatan produktivitas kebun dan hilirisasi, baik untuk promosi ekspor dan subsitusi impor yang berkelanjutan, akan melahirkan lompatan prestasi baru pada industri sawit nasional.
Pada bagian lain, terkait penundaaan implementasi program B40 oleh pemerintah dengan alasan kestabilan perekonomian dan rnasih perlu dikaji lebih dalam lagi, Wakil Sekjen Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Suwandi Winardi mengatakan, penundaan program tersebut tidak terlalu berdampak signifikan terhadap industri biodiesel dan Aprobi mendukung keputusan tersebut. “Dengan ditundanya program B40 maka pemerintah lebih fokus dan bisa menyempurnakan program B30. Dari laporan anggota Aprobi, penundaan program B40 tidak memberikan dampak dan semua perusahaan tidak ada yang keberatan,” jelas dia. Selama 2020, total produksi biodiesel anggota Aprobi mencapai 8,59 juta kl, untuk domestik 8,40 juta kl dan ekspor 27 ribu kl. (tl/dho)
Sumber : Investor.id