Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memastikan industri sawit nasional telah mematuhi ketentuan ketenagakerjaan, termasuk tidak pernah melakukan eksploitasi pekerja perempuan. Bahkan, sejak tiga tahun terakhir, Gapki telah bekerja sama dengan serikat Organisasi Buruh Dunia (ILO) dan CNV International untuk melakukan pendekatan peningkatan kualitas pekerja di sektor perkebunan sawit.
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan, industri kelapa sawit merupakan industri penting bagi perekonomian Indonesia terutama dari aspek tenaga kerja karena terdapat 4,45 juta pekerja langsung yang terlibat dalam perkebunan sawit. Pemerintah seringkali malah menyebut angka 17 juta orang yang terlibat bekerja di industri sawit secara keseluruhan. Angka pekerja yang cukup besar itu berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan. “Tapi banyak isu yang menyoroti masalah ketenagakerjaan di industri sawit kita, baik itu masalah pekerja anak atau pekerja perempuan, dan ini menjadi alat untuk kampanye negatif. Inilah yang menjadi concern Gapki. Kami pastikan industri sawit Indonesia tetap mempunyai komitmen untuk menjalankan regulasi sesuai aspek ketenagakerjaan,” kata Joko di Jakarta, Selasa (23/3).
Peran industri sawit juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan tentu patut disyukuri bahwa di masa pandemi Covid-19 yang dimulai awal tahun 2020 industri sawit tetap membukukan kinerja positif dan operasional berjalan lancar. Tahun lalu, sumbangan sawit terhadap devisa negara mencapai US$ 22 miliar. Sawit Indonesia juga sudah menguasai pasar global khususnya di minyak nabati karena memang Indonesia produsen terbesar. “Inilah yang menimbulkan isu persaingan, perdagangan, dan kepentingan bisnis dari oknum atau negara lain yang iri terhadap sawit indonesia. Kampanye antisawit terus bermunculan dan tidak pernah hilang, termasuk isu ketenagakerjaan,” papar Joko Supriyono.
Pada 2016 hingga saat ini, muncul pemberitaan yang mengatakan industri sawit merupakan sektor yang mengeksploitasi pekerja anak dan perempuan dan mulai diberitakan di media internasional padahal kenyataannya tidak seperti itu. Tahun lalu, pemberitaan tersebut cukup viral, kantor berita asing menyebutkan terjadinya pelecehan seksual terhadap pekerja perempuan di perkebunan sawit meskipun kasus tersebut perlu diteliti lagi lebih dalam. Belakangan, isu pekerja perempuan di industri sawit kembali digaungkan. “Gapki mengakui adanya kelemahan dan tidak semuanya sempurna dan ke depannya ketenagakerjaan lebih baik untuk mencapai kondisi yang harmonis. Dan soal ketenagakerjaan seperti ini pasti menjadi concern semua pihak termasuk industri sawit. Salah satu concern utama Gapki adalah keselamatan dan kesejahteraan pekerja dan tidak ada eksploitasi bagi pekerja perempuan,” tegas Joko Supriyono.
Terkait permasalahan tersebut, Gapki sudah melakukan penelitian terhadap pekerja perempuan di sektor sawit tujuannya untuk memetakan dan memperbaiki praktik pengelolaan tenaga kerja perempuan di sektor tersebut. Dari hasil kajian tersebut, Gapki dan CNV International meluncurkan buku sederhana yang berisikan panduan pengelolaan praktik sawit berkelanjutan bagi pekerja perempuan dan perlindungannya. Buku tersebut diharapkan menjadi pedoman bagi pelaku usaha untuk memperbaiki tata kelola ketenagakerjaan. (Tri Listiyarini)
Sumber: Investor.id