Emiten perkebunan, PT Astra Agro Lestari Tbk., optimistis dapat mencetak pertumbuhan kinerja di sisa tahun ini kendati pungutan ekspor progresif seiring dengan kenaikan harga CPO diyakini membatasi kinerja.
Direktur Astra Agro Lestari Mario CS Gultom mengaku optimistis prospek kinerja perseroan di sisa tahun ini masih baik dan mampu mencetak pertumbuhan.
Pada kuartal I/2021, emiten berkode saham AALI itu mencatatkan pendapatan sebesar Rp5,03 triliun, naik 4,98 persen daripada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,79 triliun.
Kendati demikian, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan menyusut 56,2 persen menjadi Rp162,4 miliar dibandingkan dengan kuartal I/2020 sebesar Rp371,1 miliar.
Penyusutan laba tersebut salah satunya diakibatkan berkurangnya keuntungan selisih kurs menjadi Rp12,22 miliar per Maret 2021, dibandingkan Rp104,36 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
“Kami berharap, lindung nilai itu di semester I/2021 akan selesai dan semester II/2021 sudah tidak ada lagi sehingga kami berharap semester II/2021 akan lebih baik dibandingkan dengan semester I/2021,” ujar Mario dalam acara workshop dengan media, Kamis (27/5/2021).
Selain itu, dia menilai penurunan kinerja di pos bottom line perseroan seiring dengan mulai berlakunya pungutan ekspor atau levy CPO secara progresif mengikuti kenaikan harga komoditas global.
Dalam aturan tersebut, pungutan ekspor CPO ditetapkan senilai US$55 per ton ketika harga komoditas tersebut berada di bawah US$670 per ton. Besaran pungutan baru akan naik US$5 untuk kenaikan pada lapisan pertama lalu, naik US$15 untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar US$25 per ton.
Artinya, saat harga CPO berada di rentang US$670 sampai US$695 per ton, besaran pungutan menjadi US$60 per ton. Namun, untuk lapis harga US$695 sampai US$720 per ton, maka besaran pungutan menjadi US$75 per ton.
“Dengan adanya levy progresif itu jadi jika dihitung harga CIF Rotterdam dipotong 30-40 persen hanya untuk levy saja,” papar Mario.
Di sisi lain, dia melihat saat ini belum terdapat masalah permintaan dan pasokan yang signifikan sehingga akan mempengaruhi tren harga. Dia menilai belum ada sinyal dan tanda bahwa pasokan dunia akan meningkat.
Dengan demikian, di tengah prospek pemulihan permintaan dan pasokan yang belum akan mengalami kenaikan, sentimen itu dapat mendukung harga CPO untuk tetap di level kisaran tinggi. (Finna Ulfah)
Sumber: Bisnis.com