Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, selama Januari-Mei 2021, ekspor industri pengolahan mencapai US$ 66,7 miliar, naik 30,53% dibandingkan periode sama 2020 sebesar US$ 51,10 miliar.
Itu artinya, industri pengolahan berkontribusi paling tinggi terhadap ekspor nasional, yakni 79,42% dari total US$ 83,99 miliar. Membaiknya kinerja ekspor selama lima bulan ini memicu surplus perdagangan US$ 10,17 miliar.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai, besarnya proporsi ekspor produk industri pengolahan sekaligus meng-gambarkan telah terjadi pergeseran ekspor Indonesia dari komoditas primer ke produk manufaktur bernilai tambah tinggi. Hal ini dinilai dapat menghindarkan ekspor dari gejolak harga komoditas primer.
“Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian bertekad untuk terus memacu hilirisasi industri, karena berdampak positif dan memberikan multiplier effect yang luas, termasuk dalam penerimaan devisa melalui capaian ekspor,” ucap dia, Senin (21/6).
Menperin mengatakan, pemerin-tah terus berupaya untuk meningkatkan daya saing industri nasional agar bisa menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi dan kompetitif di mancanegara. Sudah banyak pelaku industri dalam negeri yang produknya menguasai kancah global.
Dia melanjutkan, pihaknya akan tetap fokus untuk menggenjot kineija industri berorientasi ekspor yang memiliki keunggulan komparatif dan berkelanjutan. “Selain itu, agar kita dapat bersaing dengan negara-negara lain, hilirisasi harus terus dijalankan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan mengoptimalkan sumber daya alam kita agar bisa bernilai tambah tinggi,” ucap Agus.
Kebijakan pro-investasi dan pro-ekspor, kata dia, juga perlu dibarengi dengan kebijakan peningkatan daya tahan dan daya saing industri dalam negeri. Sebagai salah satu upaya peningkatan daya tahan dan daya saing industri dalam negeri, Kemenperin telah menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35% pada tahun 2022.
Pemerintah, kata dia, juga men-dorong sektor industri untuk me-lakukan perluasan pasar ekspor, khususnya pasar-pasar non tradisional, seperti ke Afrika, Asia Selatan, dan Eropa Timur. “Di samping itu, perlu dilakukan percepatan penyelesaian perundingan dengan negara-negara potensial sebagai agenda prioritas,” ujar Menperin.
Sumber: Investor Daily