Kenaikan harga crude palm oil (CPO) menopang kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Analis memproyeksikan kinerja AALI akan lanjut menguat terdorong harga CPO yang juga diprediksikan stabil di level tinggi hingga akhir tahun seiring penurunan tarif pungutan ekspor CPO.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal I-2021, AALI berhasil catatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 5% secara tahunan menjadi Rp Rp 5,03 triliun. Namun, laba periode berjalan menurun 52% secara tahunan menjadi Rp 182 miliar.
Michael Filbery, Analis Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan pendapatan AALI tumbuh karena tertopang tren kenaikan harga CPO sebesar 8% secara tahunan. Kenaikan harga tersebut berhasil menutup penurunan volume penjualan CPO sebesar 14,4% secara tahunan.
Sedangkan, laba periode berjalan AALI turun signifikan karena kontrak berjangka AALI mengalami kerugian setelah harga kontrak tersebut lebih rendah dibandingkan harga CPO di sepanjang kuartal I-2021.
Michael memproyeksikan kinerja AALI hingga akhir tahun berpotensi lanjut menguat karena tren kenaikan harga CPO saat ini berpotensi terjadi hingga akhir tahun. Sentimen yang mendukung harga CPO tetap tinggi datang dari pemerintah yang menaikkan batas pengenaan tarif progresif ekspor produk kelapa sawit termasuk CPO, dari US$ 670 per ton menjadi US$ 750 per ton. Revisi peraturan tersebut tersebut dampaknya membuat tarif pungutan ekspor CPO akan turun.
“Penurunan tarif pungutan ekspor produk CPO menjadi katalis positif bagi penyerapan produk sawit dalam negeri, terutama CPO,” kata Michael, Rabu (21/7).
Selain itu, revisi tarif tersebut bisa menjaga kestabilan harga CPO di tengah peningkatan produksi CPO berpotensi meningkat di semester II-2021. Michael melihat efek La Nina mulai berakhir, sehingga produktivitas perkebunan akan kembali normal di periode tersebut.
Michael memproyeksikan rata-rata harga CPO berada di Rp 9.000 per kilogram-Rp 9.780 per kilogram.
Edward Lowis Analis Sucor Sekuritas juga bilang, pendapatan AALI naik karena tersokong kenaikan harga CPO. Edward dalam risetnya menulis proyeksi pendapatan AALI di tahun ini berpotensi naik 88% secara tahunan.
Edward memproyeksikan rata-rata harga CPO di tahun ini berada di Rp 10,2 juta per ton dan jadi level harga tertinggi dibanding Rp 8,4 juta per ton di 2020.
Edward mengekspektasikan volume penjualan AALI akan kembali naik 5,5% secara tahunan ke 2,1 juta ton. Faktor yang mendukung penjualan adalah yield produksi yang membaik dan kontribusi tandan buah segar (TBS) dari pihak ketiga.
Michael mencatat di sepanjang kuartal I-2021, produksi TBS AALI menurun 13,5% karena terhantam sentimen negatif La Nina di sepanjang tahun lalu. Penurunan produksi TBS juga disebabkan oleh penurunan produksi CPO sebesar 8% secara tahunan ke 351.000 ton.
Dampaknya yield produksi TBS menurun ke 6,1% secara tahunan menjadi 4,2% ton per hektare. Hal ini membuat AALI harus membeli TBS dari pihak eksternal. Michael memproyeksikan produksi AALI mulai akan pulih di kuartal III-2021 seiring badai La Nina yang mereda.
Dengan produksi TBS yang diproyeksikan membaik, maka Michael memproyeksikan pelemahan margin AALI di kuartal I-2021 akan berangsur membaik.
Selain itu, Edward memproyeksikan kinerja AALI juga akan terdorong dari pengadaan kilang minyak dengan kapasitas 3.000 ton CPO per hari. Michael juga mengatakan pendapatan AALI selama ini banyak tersokong dari segmen kilang minyak dan produk derivatif. Michael memproyeksikan penjualan dari dua segmen tersebut akan meningkat di kuartal II-2021 seiring pasar produk kilang minyak buka di China.
Michael merekomendasikan beli AALI dengan target harga Rp 11.200. Kompak, Edward merekomendasikan beli dan memasang target harga Rp 10.650.
Sementara, Christopher Andre Benas Analis RHB Sekuritas merekomendasikan beli dengan target harga Rp 15.500.
Sumber: Kontan.co.id