JAKARTA – Pengembangan kemitraan petani sawit menjadi salah satu upaya menghadapi tantangan yang dihadapi industri kelapa sawit dalam kompetisi global. Penguatan kemitraan ini untuk memperkuat rantai pasok, agar petani sawit mendapatkan fasilitas terutama dalam meningkatkan produktivitas dan pembiayaan.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Setiyono, mengatakan, salah satu penyebab sawit bisa berkembang seperti sekarang adalah karena pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR).
Pola kerjasama petani perusahaan ini sudah terbukti meningkatkan kesejahteraan petani dan menguntungkan perusahaan. Ia mengatakan, Aspekpir sudah ada di 14 provinsi dengan luas 1 juta ha.
“Walau dari sisi luasan kecil dan programnya sudah dihentikan tetapi bisa jadi contoh. Saya berharap pola PIR digiatkan lagi karena buktinya sudah jelas. Tidak perlu membuat pola-pola baru yang belum terbukti. Kunci kemitraan saling ketergantungan dan saling membutuhkan. Semuanya menjalankan perannya masing-masing. Kemitraan gagal terjadi karena masing-masing tidak menjalankan komitmennya,” kata Setiyono dalam keterangannya, Selasa (5/10).
Untuk peremajaan sawit rakyat (PSR) khusus plasma, Setiyono minta kepada pemerintah supaya regulasi tidak memberikan kesempatan menjadi swadaya. Pola PIR didisain sejak awal sedemikian rupa agar kebutuhan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) bisa dipenuhi dari kebun inti dan plasma. Kalau plasma menjadi swadaya dan tidak memasok ke PKS itu lagi maka menjadi berantakan.
Kemitraan juga harus dengan perusahaan yang bonafid. Salah satu penyebab pecahnya kemitraan karena perusahaan tidak bonafid. Kalau ada masalah maka perusahaan harus ditegur jangan kemitraannya yang diputuskan. Beberapa group besar kemitraannya tetap berjalan karena betul-betul dijaga supaya saling menguntungkan kedua belah pihak.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan kemitraan petani sawit penting untuk memperkuat rantai pasok, juga agar petani mendapatkan fasilitas terutama untuk meningkatkan produktivitas sekaligus mendapatkan pembiayaan.
Ia mengatakan pemerintah berharap bahwa Asosiasi Petani dan asosiasi pengusaha dapat duduk bersama untuk mempertebal pola kemitraan perkebunan kelapa sawit sehingga iklim usaha yang sehat terus dapat diciptakan.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia bisa berkontribusi dengan membangun kesadaran dan persepsi positif terhadap industri kelapa sawit dengan memberikan informasi yang akurat. Tracebility juga bisa diperkenalkan pada masyarakat.
“Saya yakin Aspekpir mampu berperan secara nyata bersama pemerintah dan stakeholder lainnya untuk membangun industri ini agar kuat, berkelanjutan dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia.,” kata Airlangga.
Luas tutupan kelapa sawit tahun 2019 sebesar 16,38 juta ha dengan kepemilikan swasta 53%, BUMN 6% dan rakyat 41%. Tahun 2030 para ahli memprediksi perkebunan rakyat menjadi mayoritas menjadi 60%, swasta 36% dan BUMN 4%.
Peran perkebunan rakyat sangat signifikan sehingga pembangunan kelapa sawit menjadi perhatian pemerintah, selain investasi swasta sebagai penggerak ekonomi yang semakin menggeliat.
Indonesia menguasai 55% pasar minyak sawit dunia dengan luas lahan hanya 10% dari lahan minyak nabati global tetapi produksi 40% dari total produksi minyak nabati global. Sawit mengentaskan kemiskinan, menyerap 16 juta tenaga kerja dan berkontribusi 15,6% terhadap total ekspor non migas.
“Sawit merupakan tulang punggung perekonomian dan merupakan primadona industri ekspor. Termasuk industri strategis karena itu semua komponen masyarakat termasuk Aspekpir harus menjaga sustainability industri ini,” kata Airlangga.
Sumber: KONTAN.CO.ID