JAKARTA – Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) memperkirakan, komoditas minyak sawit menyumbang devisa hingga US$ 40 miliar tahun ini. Sebanyak US$ 35 miliar di antaranya dari devisa hasil eksporyang terdongkrak oleh kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasar internasional dan sisanya merupakan hasil penghematan devisa dampak penerapan kewajiban biodiesel 30% (B30) yang berbahan baku sawit.
Sementara itu, realisasi devisa sawit pada Januari-Agustus 2021 telah mencapai US$ 26,30 miliar atau naik 65% dari periode sama tahun sebelumnya.
Direktur Eksekutif Paspi Tungkot Sipayung mengatakan, industri sawit nasional mencetak prestasi baru bagi perekonomian nasional dengan menyumbang devisa US$ 26,30 miliar (Rp 380 triliun) pada Januari-Agustus 2021, devisa sebesar itu meningkat sekitar 65% dari periode sama tahun lalu yang hanya US$ 15,90 miliar (Rp 230 triliun). Devisa itu terdiri atas devisa hasil ekspor sawit (CPO dan produk turunanya) pada Januari-Agustus 2021 sebesar US$ 23,40 miliar yang tercatat dalam neraca perdagangan nonmigas dan dari devisa B30 yakni nilai penghematan devisa impor (subsitusi impor) dari pelaksanaan mandatori biodiesel B30 sebesar US$ 2,80 miliar yang secara implisit tercatat pada neraca perdagangan migas. “Pencapaian devisa sawit tersebut merupakan rekor paripurna selama 110 tahun industri sawit di Indonesia,” kata Tungkot dalam keterangannya, Minggu (7/11).
Secara keseluruhan, devisa sawit itu tidak sekadar menyehatkan neraca perdagangan migas dan nonmigas (trade account) Indonesia, tapi juga menikmati surplus besar yakni US$ 20,70 miliar atau Rp 300 triliun. Surplus trade accaunt Januari-Agustus 2021 tersebut mengalami peningkatan 88% dari periode sama tahun lalu. Proyeksi akhir tahun 2021, devisa sawit masih akan mengalami peningkatan besar yakni menjadi sekitar US$ 40 miliar, yang terdiri atas devisa hasil ekspor sawit US$ 35,30 miliar dan penghematan devisa akibat B30 sebesar US$ 4,20 miliar. “2021 merupakan tahun prestasi paripurna industri sawit, khususnya dalam menyumbang devisa bagi perekonomian,” ujar dia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode Januari-Agustus 2021, nilai ekspor minyak sawit Indonesia mencapai US$ 23,40 miliar, menjadi penyumbang terbesar pada neraca perdagangan nonmigas Indonesia sehingga mencatat surplus US$ 28,10 miliar atau meningkat 84% dari periode sama tahun lalu. Jika tidak ada ekspor sawit, neraca perdagangan nonmigas hanya membukukan surplus kecil yakni US$ 4,70 miliar.
“Lagi-lagi, industri sawit nasional makin menunjukkan eksistensinya sebagai motor pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya sebagai tambang devisa,” jelas Tungkot.
Kontribusi devisa sawit juga masuk dari jalur neraca perdagangan migas. Konsistensi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam implementasi kebijakan mandatori biodiesel sawit B30, yang mengganti sebagian solar fosil impor dengan biodiesel sawit, telah berhasil menghemat devisa impor solar fosil selama periode Januari-Agustus 2021 sebesar US$ 2,80 miliar atau Rp 40,60 triliun. Akibatnya, defisit neraca perdagangan migas turun menjadi negatif US$ 7,50 miliar. Seandainya B30 tidak dilaksanakan pemerintah pada periode Januari-Agustus 2021, yang mana terjadi eskalasi kenaikan harga minyak mentah dunia, defisit neraca migas akan meningkat menjadi US$ 10,30 miliar. Hal ini menunjukkan, kebijakan B30 tidak hanya efektif menghemat devisa impor tetapi juga menjadi bagian solusi meredam dampak kenaikan harga minyak bumi pada perekonomian nasional.
Rekor Tertinggi
Menurut Tungkot, kontributor dari surplus neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Agustus 2021 adalah devisa sawit. Tanpa devisa sawit, neraca perdagangan akan tetap mengalami defisit US$ 4,70 miliar. Dengan devisa sawit, bukan hanya mampu menutup defisit perdagangan tetapi juga menikmati suplus terbesar. “Surplus neraca perdagangan sebesar itu belum pernah teijadi sebelumnya dan merupakan rekor tertinggi sejak Indonesia merdeka,” papar dia. Surplus neraca perdagangan US$ 20,70 miliar (Rp 300 triliun) tersebut, tentu sangat berarti bagi perekonomian nasional saat ini. Setelah perekonomian mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19, perekonomian perlu darah segar baru untuk pemulihan ekonomi. Devisa sawit tersebut merupakan injeksi darah segar bagi perekonomian yang diharapkan dapat memutar mesin ekonomi makin melaju menapaki jalan mendaki pemulihan.
Di sisi lain, implementasi kebijakan B30 tidak hanya menghemat devisa impor solar fosil, tetapi juga menghemat atau menurunkan emisi karbondioksida (C02). Dengan penyerapan biodiesel sekitar 5,30 juta ton selama Januari-Agustus 2021, diperkirakan menghemat atau menurunkan emisi sektor energi dan transportasi nasional sekitar 14 juta ton C02e. “Ini sangat bagus, sementara masyarakat dunia di KTT Iklim COP26 di Glasgow masih sibuk merencanakan dan menegosiasi dana proyek pengurangan emisi, Indonesia telah melangkah lebih dulu menurunkan emisi 12,20 juta ton C02e,” ujar Tungkot. (Tri Listiyarini)
Sumber: Investor Daily