JAKARTA. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) mengungkapkan, penerapan program mandatori biodiesel saat ini berdampak pada penghematan devisa negara.
“Penghematan devisa akibat tidak perlu impor solar sebesar Rp 176 triliun,” ujar Direktur Penyaluran Dana BPDKS, Edi Wibowo dalam Dialog Webinar Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel, Selasa (30/11).
Edi menerangkan, jumlah itu didapat dari penyaluran biodiesel sejak 2015 hingga 2021. Ia menyebut, penggunaan biodiesel dari sawit sejak 2015 hingga saat ini tercatat mencapai 31,4 juta kiloliter (Kl).
“Pajak yang dibayarkan kepada negara Rp 8,99 triliun,” ucap dia.
Edi mengatakan, kebijakan mandatori biodiesel berdampak pada peningkatan nilai tambah industri hilir sawit, mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 46,95 juta ton CO2 equivalent. Serta berdampak pada stabilisasi harga CPO dan penyerapan tenaga kerja.
“Rencana alokasi biodiesel tahun 2022 sebesar 10,15 juta kiloliter. Perkiraan kebutuhan dana untuk penyaluran FAME tahun 2022 sebesar Rp 39,11 triliun,” ucap Edi.
Lebih lanjut Edi mengatakan, terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam rencana implementasi program mandatori B40. Diantaranya, kapasitas produksi DPME (Distilled Palm Oil Methyl Ester) dan HVO (Hydrogenated Vegetable Oil) belum mencukupi untuk perencanaan B40 secara nasional.
Perlu dikaji keekonomian-nya secara lebih komprehensif khususnya analisis yang mendalam terkait kebutuhan tambahan investasi industri HVO, khususnya DPME, yang merupakan advance processing dari FAME (Fatty Acid Methyl Ester).
“Keberlanjutan industri sawit juga sangat tergantung di sektor hulu, maka penggunaan dana BPDPKS yang proporsional sesuai alokasi kebutuhan program yang sudah ditetapkan menjadi suatu keniscayaan untuk menstabilkan harga CPO dan menyejahterakan pekebun,” pungkas Edi.
Sumber: KONTAN.CO.ID