JAKARTA – Perkebunan merupakan penyumbang utama devisa ekspor sektor pertanian. Tahun 2020, nilai ekspor pertanian mencapai Rp 451,8 triliun. Dari jumlah tersebut, hampir 94% dikontribusi oleh subsektor perkebunan dengan komoditas utama kelapa sawit.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktorat Jenderal Perkebunan Ke-menterian Pertanian, Ali Jamil mengatakan, kontribusi komoditas kelapa sawit semakin besar ka-rena peran pemerintah, dunia usaha, dan tentunya pekebun.
“Kelapa sawit sudah dikembangkan sejak tahun 1910. Kemudian pengembangan kelapa sawit semakin besar lewat kebijakan pemerintah seperti Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) dan Perkebunan Inti Rakyat (PIR),” kata Ali Jamil dalam webinar Ditjen Perkebunan, di Jakarta, Senin (20/12/2021).
Ali menuturkan, kelapa sawit memang menjadi primadona ekspor dan harus tetap dijaga pertumbuhannya. Tetapi komoditas perkebunan lain juga harus dilihat dan tidak boleh dilupakan. Komoditas perkebunan lain yang harus diperhatikan adalah kakao, kopi, dan kelapa. “Indonesia saat ini masili menjadi produsen nomor tiga kakao dunia. Namun ke depannya, Indonesia harus menjadi produsen nomor satu,” kata dia.
Ali menegaskan, semua pemangku kepentingan harus bisa menyusun peta jalan (roadmap) pengembangan komoditas perkebunan lain sehingga bisa menyamai kelapa sawit “Kementerian Pertanian tidak bisa bekeija sen-diri. Maka dari itu dibutuhkan peran swasta dengan ide ide yang out of the box,” tegasnya.
Menurut Ali, salah satu faktor yang membuat kelapa sawit menjadi berkem-bang pesat adalah banyak perusahaan besar yang terlibat, sedangkan komoditas perkebunan lain relatif tidak ada atau sedikit ditambah lagi pembiayaan APBN juga tidak cukup untuk pengembangan komoditas nonsawit.
Dia menjelaskan, pemerintah sudah mempunyai program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk membiayai sektor pertanian dengan alokasi tahun ini mencapai Rp 70 triliun. “KUR harus benarbenar dapat diserap dengan semaksimal mungkin agar sektor perkebunan nonsawit juga bisa berkembang,” ujar dia.
Ali menambahkan, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dengan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memberikan kemudahan petani untuk meremajakan kebunnya. Dia menyata-kan, bukan sawit saja yang perlu diremajakan, namun komoditas lain pun perlu seperti kopi, kakao, dan karet. “Rencana peremajaan komoditas non sawit masih terus dibahas,” tuturnya.
Ali menegaskan, lahan untuk pengembangan perkebunan masih banyak. Sampai dengan tahun 2024, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengalokasikan 12 juta hektare untuk perhutanan sosial. Saat ini, yang terealisasi baru mencapai lima juta hektar. Dengan demikian, sisa lahan yang tersedia tersebut bisa digunakan untuk pengembangan komoditas nonsawit.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) melepas ekspor 25 komoditas perkebunan dan rempah asal Sumatera Utara ke 34 negara dengan nilai mencapai Rp 207,93 miliar. Penglepasan ekspor dilakukan secara simbolis pada 10 Desember 2021 di kawasan Danau Toba, Parapat, Simalungun.
Mentan optimistis kineija ekspor perkebunan Indonesia terus mening-kat karena didukung oleh kebijakan pemerintah. Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan juga terus melakukan terobosan, di antaranya dengan membuka sistem perdagangan yang lebih terbuka. Kemudian, pemerintah membangun berbagai sarana dan prasarana menunjang untuk proses produksi, distribusi, dan logistik.
“Dengan adanya sistem perdagangan internasional yang lebih terbuka ini, maka semua hambatan tidak lagi menjadi permasalahan serius,” ujar dia.
Berbagai komoditas perkebunan asal Sumatera Utara yang diekspor adalah cengkeh, palm kernel, jernang, kapulaga, karet, kayu karet, kelapa parut, kemenyan, kemiri, kolang kaling, kopi biji, kopi instan, kulit kayu manis, lidi, minyak sawit, nipah, palm kernel oil, palm kernel stearin, pinang biji, palm olein, santan kelapa, tembakau kering, desicated coconut dan shortening.
Negara tujuan ekspor meliputi Malaysia, Chili, Tiongkok, Jerman, Jepang, Afrika Selatan, Taiwan, Vietnam, Filipina, India, Ukraina, Argentina, Spanyol, Amerika Serikat, Korea Selatan, Belanda, Polandia, Thailand, Algeria, Pakistan, Uni Emirat Arab, Haiti, Singura, Mesir, Irak, Banglades dan Odessa.
Yasin Limpo menegaskan, setiap tindakan yang dilakukan di ruang lingkup Kementerian Pertanian pasti menyesuaikan perkembangan teknologi dan regulasi dari negara tujuan ekspor sehingga komoditas ekspor tidak akan bermasalah.
Sumber: Investor Daily