JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Plt.Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik (OR IPT) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Agus Haryono, dilantik sebagai Profesor Riset ke-627 pada acara Pengukuhan Profesor Riset hari Kamis (23/12). Peneliti bidang kepakaran Kimia Makromolekul ini dilantik bersama ketiga peneliti lainnya, yakni Irtanto dari Balitbangda Provinsi Jawa Timur, Siswanto dari Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Humaniora, dan Muhammad Rokhis Khomaruddin dari Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa.
Pada naskah orasinya yang berjudul “Modifikasi Struktur Makromolekul untuk Optimalisasi Sifat Mekanik dan Termal pada Kemasan Ramah Lingkungan Berbasis Bioplasticizer Turunan Kelapa Sawit”, Agus Haryono memaparkan tentang pemanfaatan dan pengembangan material polimer yang berbasis pada penggunaan sumber daya alam terbarukan dan ramah lingkungan. Yaitu untuk diaplikasikan sebagai bahan baku industri polimer.
Latar belakang Agus meneliti topik riset tersebut adalah karena lingkungan yang sudah darurat limbah plastik. Limbah plastik konvensional yang berasal dari petrokimia sulit terurai, butuh puluhan hingga ratusan tahun. Oleh karena itu diperlukan material yang lebih ramah lingkungan. “Pemanfaatan material tersebut dapat mengatasi dua masalah utama, yaitu masalah lingkungan yang berhubungan dengan limbah yang dihasilkan dan mengurangi penggunaan bahan baku (substitusi) yang berasal dari bahan baku fosil. Kedua masalah tersebut telah mendorong perlunya mencari material alternatif berbasis sumber daya alam terbarukan, ramah lingkungan, dan biodegradable,” terangnya.
Agus menjelaskan bahwa salah satu sumber bahan baku biopolimer adalah Crude Palm Oil (CPO) dari tanaman kelapa sawit. Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar. Namun, harga CPO di pasaran internasional cenderung turun dari tahun ke tahun. “Oleh karena itu, diperlukan upaya pengembangan produk hilir minyak kelapa sawit dalam rangka peningkatan nilai tambah ekonomi,” jelasnya.
Dengan melakukan modifikasi stuktur kimia ke dalam stuktur senyawa makromolekul, dapat meningkatkan potensi pemanfaatan berbagai komponen minyak sawit menjadi material fungsional, di antaranya kemasan ramah lingkungan yang aman bagi kesehatan. Agus melakukannya melalui modifikasi struktur molekul plasticizer agar mempunyai sifat mekanik dan thermal yang lebih optimal.
“Inovasi bioplasticizer yang ramah lingkungan akan ikut membantu industri hilir minyak kelapa sawit,” ungkapnya.
Agus telah mengembangkan senyawa ester sebagai bioplasticizer tidak beracun, yang berasal dari minyak sawit, dilakukan melalui proses esterifikasi. Proses esterifikasi antara alkohol dengan asam lemak sawit dilakukan menggunakan katalis asam, dan menghasilkan bioplasticizer. Optimalisasi kondisi proses dilakukan untuk setiap jenis ester yang disintesis, serta menguji karakteristik masing-masing ester tersebut. Desain bioplasticizer yang dipilih seperti jenis diester plasticizer.
“Plasticizer jenis ini dipilih karena struktur kimia dan sifat polaritasnya memiliki kemiripan dengan struktur kimia plasticizer ftalat dan adipat komersial,” terangnya.
Selanjutnya, sejalan dengan laju pembangunan industri kelapa sawit di Indonesia serta perkembangan produk turunannya, ada kecenderungan peningkatan pemakaian bahan baku yang terbarukan.
Industri oleokimia, khususnya produksi poliuretan dari poliol turunan minyak sawit, berpeluang besar untuk tumbuh berkembang.
Poliuretan merupakan suatu jenis polimer yang murah, mudah dibentuk, dan berlimpah. Oleh karena itu, poliuretan memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya berbagai aplikasi untuk mebel, karpet, pengemasan, tekstil, transportasi, bahan isolasi, lem, dan elastomer. Selama ini, poliol yang digunakan dalam pembuatan poliuretan tersebut sebagian besar berasal dari turunan petrokimia.
Menurut Agus, minyak sawit dapat digunakan sebagai sumber bahan baku pembuatan poliol karena mengandung sejumlah asam lemak atau trigliserida tak jenuh (ikatan rangkap), yang memungkinkan untuk dapat dikonversi menjadi gugus lain yang lebih reaktif yaitu hidroksil, epoksi, dan karboksilat.
“Dari hasil penelitian, keunggulan dari poliuretan berbasis sawit adalah mudah terdegradasi di alam oleh jamur dan bakteri, berbeda dengan yang berbasis petrokimia. Hal ini ditunjukkan ketika kandungan poliol berbasis minyak sawit meningkat maka busa poliuretan dari minyak sawit akan lebih mudah terdegradasi,” urainya.
Selain itu, Agus melakukan pula pengembangan dan aplikasi poliol turunan minyak sawit dalam bidang coating atau pelapisan. Aplikasi poliol turunan minyak sawit dilakukan dalam poliuretan pada resin termosetting khususnya resin epoksi. Dalam dunia automobil, poliuretan coating dapat meningkatkan permukaan mobil menjadi sangat halus, meningkatkan ketahanan warna, tahan gores, dan tahan terhadap korosi. Ada juga poliuretan coating dengan tipe berbeda yang digunakan untuk konstruksi, misalnya untuk lantai bangunan, pengikat baja, dan pendukung beton.
Dengan berbagai modifikasi struktur makromolekul pada poliol, telah berhasil dibuktikan bahwa senyawa turunan minyak sawit dapat difungsikan sebagai bahan baku yang potensial untuk material coating. Material coating yang dihasilkan dapat menunjukkan karakteristik yang baik, seperti anti-korosi, anti-fouling, dan self-healing. “Dalam penelitian ini, produk self-healing coating untuk otomotif dibuat dari poliuretan dengan penambahan suatu agen healing. Agen healing ini didesain agar dapat memperbaiki struktur lapisan dinding kendaraan secara mandiri,” pungkasnya.
Sumber: Sawitindonesia.com