Jakarta – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memproyeksi bahwa supply minyak sawit sepanjang tahun 2022 masih akan mengalami pengetatan. Supply dari minyak nabati lain seperti kedelai dan rapeseed yang tidak meningkat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhinya.
Sementara itu, disampaikan Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono, secara internal, produksi minyak sawit Indonesia diperkirakan tidak akan mengalami kenaikan yang excellent. “Paling sekitar 1 juta ton. Biasanya kita itu naiknya sekitar 2 – 2,5 juta ton,” ungkap Joko, dalam Squawk Box, CNBC Indonesia pada Kamis (6/01/2022).
Lebih lanjut dikatakan Joko, Malaysia sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia setelah Indonesia juga akan mengalami recover dengan akan mendatangkan banyak tenaga kerja migran di sektor perkebunan kelapa sawit. “Tapi itu juga mungkin tidak akan serta merta naik produksinya,” ungkap Joko.
Sementara dari sisi demand, imbuh Joko, beberapa negara seperti China, India, dan United States masih akan meningkat. Di Indonesia, mandatori biodiesel juga akan tetap dijalankan dan sudah terjadi kenaikan.
“Jadi demand-nya akan kuat. Sejalan dengan beberapa negara akan mengalami pemulihan ekonomi yang sangat cepat,” kata Joko.
Lebih lanjut dikatakan Joko, hingga kuartal I – 2022, yang mana produksi masih rendah, diperkirakan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) masih akan tinggi. “Dan sampai Semester I, mungkin akan masih bagus,” ungkap Joko.
Namun, memasuki Semester II, baik di Indonesia maupun Malaysia, sisi supply akan meningkat. “Dan jika itu terjadi, baik di Indonesia maupun Malaysia, nanti akan kita lihat, apakah di Semester II itu akan demikian signifikan mempengaruhi harga yang mulai turun,” kata Joko. (Ellisa Agri Elfadina)
Sumber: Wartaekonomi.co.id