Prospek pertumbuhan kinerja PT Astro Agro Lestari Tbk. (AALI) masih cerah sepanjang 2022 sejalan dengan sentimen yang mewarnai komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Sederet katalis positif mampu menjadi motor utama kinerja emiten perkebunan sawit sepanjang tahun lalu. Tingginya harga minyak sawit mentah seiring pemulihan permintaan, dan terjaganya tingkat produksi menjadi kombinasi yang menarik bagi emiten CPO, tak terkecuali Astra Agro Lestari.
Entitas usaha Grup Astra tersebut terbilang mencatatkan kinerja solid. Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2021, emiten berkode saham AALI itu membukukan pendapatan sebesar Rp 18,01 triliun dalam 9 bulan 2021. Pencapaian tersebut tumbuh 35,21% dibandingkan dengan realisasi Rp 13,32 triliun sepanjang Januari – September 2020.
Adapun, pendapatan dari sektor minyak sawit mentah dan turunannya menjadi kontributor terbesar pendapatan AALI dengan torehan Rp 16,35 triliun. Penjualan dari segmen ini juga tercatat naik 32,49% dari catatan pada kuartal III/2020 senilai Rp12,34 triliun. Penerimaan dari inti sawit dan turunan mencapai Rp1,57 triliun, naik dari perolehan di periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak Rp879,36 miliar. Sementara itu, pendapatan lain-lain tercatat sebanyak Rp83,3 miliar.
Sejalan dengan itu, beban pokok pendapatan perseroan naik menjadi Rp14,4 triliun dari periode yang sama sebelumnya sebesar Rp11,40 triliun.
Seiring dengan kenaikan penjualan, AALI mencatatkan pertumbuhan signifikan terhadap laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan sebesar 150,62% menjadi Rp1,46 triliun per kuartal III/2021 dari realisasi Rp582,54 miliar dalam 9 bulan 2020.
Sementara dari harga saham, pada penutupan perdagangan Selasa (11/1), saham AALI juga parkir di zona hijau pada level Rp10.125 atau meningkat 2,53%. Artinya sepanjang tahun berjalan harga saham AALI telah meningkat kuat sebesar 5,74%.
Analis Mirae Asset Sekuritas Juan Harahap menilai saham AALI masih memiliki potensi naik. Dia memberikan rekomendasi predikat beli (buy) dengan target harga Rp12.700. Angka tersebut diturunkan menggunakan metode penilaian P/E dengan target ganda 2022 P/E sebesar 14,6x (-0,5x deviasi std dari 5 tahun).
“Rekomendasi ini didorong oleh hasil TBS tertinggi di cakupan kami, area tanam tertinggi di cakupan kami, dan harga CPO yang menguntungkan pada 2022,” kata Juan dalam risetnya yang diterbitkan pekan lalu. AALI mencatat produksi tandan buah segar (TBS) sebesar 337.000 ton atau meningkat 0,3% (mom), namun secara year-on-year (yoy) turun 19% pada November 2021.
Sejalan dengan produksi TBS, produksi CPO AALI juga tercatat lebih rendah sebesar 113.000 ton turun 13,7% (yoy) pada November 2021. Kendati demikian produksi CPO secara tahunan pada November mencapai 1,4 juta ton, naik 5,2% (yoy).
Peningkatan angka kumulatif disebabkan oleh peningkatan TBS yang diproses sebesar 7% (yoy) hingga November, karena perusahaan meningkatkan pembelian TBS pihak ketiga sebesar 28,3% (yoy). Seiring dengan peningkatan TBS yang diproses, utilisasi pabrik rata-rata juga meningkat sebesar 5,0% (yoy) menjadi 75% hingga November 2021.
Sebagai catatan, lanjutnya, AALI juga berhasil menanam kembali 4.471 hektare atau setara dengan 89,4% dari perkiraan penanaman kembali se-luas 5.000 hektare pada 2021. Harapannya, 5.000 hektare kegiatan penanaman kembali pada 2022, karena 42% tanamanan dari lahannya sudah berusia di atas 21 tahun. “Kami mencatat bahwa pada tahun 2020 rata-rata usia AAU untuk tanaman menghasilkan sudah mencapai 15,5 tahun,” katanya.
Dia memperkirakan produksi CPO yang lebih tinggi akan berlanjut pada 2022 dengan total pertumbuhan 2,5% (yoy). Asumsi tersebut ditopang keyakinan kenaikan produksi TBS sebesar 3,9% (yoy). EFEK MINYAK MENTAH Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menyebutkan, kinerja AALI yang gemilang sepanjang tahun ditopang oleh kenaikan harga CPO. Menurutnya, hal ini terjadi di tengah penurunan kuantitas produksi perusahaan seperti penurunan hasil panen TBS yang menurun menjadi 2,52 juta ton dari 2,68 juta ton pada kuartal III/2020.
Meski demikian, dia juga mengingatkan bahwa saham perkebunan cukup rentan terhadap harga komoditas dunia. Umumnya, harga CPO bergerak sejalan dengan harga minyak mentah sehingga penurunan pada harga minyak mentah juga akan berimbas negatif terhadap CPO. “Seperti yang terjadi pada pekan lalu, sentimen ini juga menghambat laju kinerja saham sektor sawit seperti AALI,” ujarnya.
Frankie mengatakan, kinerja AAU pada sisa tahun 2021 akan tetap positif seiring dengan muiai menguatnya harga minyak dunia. Selain itu, isu cuaca juga turut memengaruhi outlook positif perusahaan. Dia memaparkan, curah hujan yang tinggi, khususnya di Asia Tenggara selaku salah satu produsen CPO terbesar dunia, berpotensi mengganggu pasokan komoditas ini.
Hal tersebut akan berdampak pada kenaikan harga jual rata-rata CPO global. Outlook positif AALI juga ditopang oleh mulai meningkatnya ekspor CPO ke kawasan Eropa. Hal ini seiring dengan krisis energi yang terjadi pada beberapa wilayah di dunia dan akan membantu AALI mencatatkan perbaikan pendapatan dan laba bersih hingga akhir tahun ini.
“Untuk rekomendasinya masih beli dengan target harga Rp 13.000. AALI diproyeksikan membukukan pendapatan yang sangat baik walau dengan kuantitas produksi yang tidak jauh berbeda dengan tahun lalu,” katanya.
Sebelumnya, SVP Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengatakan prospek emiten perkebunan pada 2022 masih cukup positif. Hal ini salah satunya ditopang oleh tersendatnya rantai pasokan global yang disebabkan oleh pandemi virus Corona.
Selain itu, harga CPO juga diprediksi akan berada di level yang tinggi seiring dengan siklus cuaca yang akan menghambat proses penanaman dan panen sawit pada awal 2022. Sentimen ini akan memperpanjang kelangkaan CPO setidaknya selama 6 bulan pertama.
Janson memprediksi pergerakan harga CPO akan tetap bullish sepanjang tahun 2022. Hal tersebut akan berimbas positif terhadap kinerja emiten-emiten perkebunan.Seiring dengan hal tersebut, Janson memproyeksikan harga CPO akan berada di atas 4.200 ringgit per ton.
Sumber: Bisnis Indonesia