JAKARTA – Nilai ekspor minyak sawit nasional tahun ini diperkirakan mencapai sedikitnya US$ 34 miliar. Volume ekspor sawit Rl diproyeksikan 34,44 juta ton pad a 2022, sedangkan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di kisaran US$ 1.000-1.250 per ton (Free On Board/FOB Indonesia) hingga akhir semester I-2022. Sementara itu, realisasi nilai ekspor sawit Rl sepanjang Januari-Oktober 2021 telah menembus US$ 29,53 miliar.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksikan produksi minyak sawit Rl pada 2022 mencapai 52,56 juta ton. Sedangkan konsumsi domestik mencapai 20,1 juta ton atau tumbuh 7,13% dari proyeksi 2021 sebesar 18,76 juta ton didorong lonjakan konsumsi sawit oleh industri biodiesel yang meningkat 13,96% menjadi 8,34 juta ton pada 2022. Lonjakan konsumsi lokal diduga menjadi penyebab ekspor minyak sawit Indonesia pada 2022 hanya naik 3.18% menjadi 34,44 juta ton dari proyeksi 2021 sebesar 33.38 juta ton.
Sekjen Gapki Eddy Martono menyatakan, pertumbuhan produksi CPO pada 2022 diproyeksikan tidak secepat 2021. Salah satu penyebabnya, para pekebun cenderung kesulitan dalam mengakses material pupuk sehingga berdampak pada produksi sawit. Keluhan dari pekebun adalah harga pupuk mengalami kenaikan sehingga mereka lebih banyak menghemat pemakaian. Faktor pemupukan yang tidak teratur tersebut bisa berdampak pada produksi sawit sehingga awal tahun ini pertumbuhan produksi sawit akan sedikit melambat.
Karena itu, kata Eddy, kenaikan ekspor 2022 tidak akan terlalu signifikan dari 2021. “Kalaupun ekspor terjadi kenaikan maka tidak terlalu tinggi. Semuanya akan bisa berubah jika harga pupuk stabil material pupuk tersedia kemungkinan besar baru pada triwulan II-2022 dan bisa naik lagi produksi minyak sawit.” ujar dia kepada Investor Daily, belum lama ini. Kinerja ekspor juga sangat tergantung kondisi pemulihan ekonomi negara importir akibat pandemi, tetapi secara garis besar kebanyakan negara sudah mulai bangkit tahun ini sehingga ada titik cerah untuk peningkatan ekspor.
Menurut Gapki harga CPO di atas USS 1.000 per ton berlanjut hingga semester I-2022, yakni di kisaran US$ 1.000-1.250 per ton. Kenaikan permintaan seiring pemulihan ekonomi global yang tidak dibarengi peningkatan produksi secara signifikan memicu tetap tingginya harga komoditas perkebunan itu. Sebelumnya Wakil Ketua Umum III Gapki Togar Sitanggang menjelaskan pertumbuhan produksi sawit Indonesia pada 2022 tidak akan sekuat tahun-tahun sebelumnya akibat kurangnya areal tanam baru, musim kering, dan sejumlah kebun belum memasuki masa panen. “Harga CPO tinggi masih akan terjadi hingga semester I-2022 di kisaran US$ 1.000-1.250 per ton bahkan ini mungkin bisa terus terjadi hingga akhir 2022. Ini berita baik bagi negara karena akan meningkatkan pendapatan (ekspor),” ungkap Togar.
Pasar Ekspor
Dalam catatan Gapki, pasar terbesar ekspor minyak sawit Indonesia adalah Tiongkok, disusul India, Uni Eropa (EU-27), Afrika, Pakistan, Timur Tengah, Amerika Serikat, dan Bangladesh. Pada Januari-September 2021misalnya ekspor sawit Indonesia ke Tiongkok 4.9 juta ton, India 2.99 juta ton, Uni Eropa 3.45 juta ton, Afrika 2,41 juta ton, dan Pakistan 1.99 juta ton. Demikian juga pada 2020, ekspor sawit Rl ke Tiongkok mencapai 6,17 juta ton, India 5,28 juta ton, Uni Eropa 4.92 juta ton, Afrika 2,78 juta ton dan Pakistan 2.5 juta ton.
BV Mehta, Executive Director, Solvent Extractors’ Association of India, menuturkan, konsumsi minyak sawit India melebihi 37% dari total konsumsi minyak nabati yang mencapai 8-8,5 juta ton per tahun, kedelai saja hanya 22%. Konsumen terbesar minyak sawit di India adalah industri horeka. Pemerintah India telah menyesuaikan bea masuk minyak nabati termasuk CPO dan turunannya demi mengontrol harga minyak nabati lokal. Pengurangan bea masuk minyak nabati termasuk CPO masih berlaku sampai 31 Maret 2022. Indonesia dikhawatirkan kehilangan pangsa pasar India karena pungutan ekspor di Tanah Air relatif tinggi.
Pada Januari-September 2021, India telah mengimpor minyak sawit 3,11 juta ton dari Indonesia, sedangkan pada 2020 sebesar 4,79 juta ton, pada 2019 sebesar 5,05 juta ton, pada 2018 sebesar 6,17 juta ton. dan pada 2017 sebesar 7.05 juta ton. India tengah menggenjot produksi minyak sawit lokal tapi impor masih dibutuhkan. “Pada periode 2021-2022 (2022), India berencana mengimpor 13 juta ton minyak nabati dan khusus untuk impor CPO dan CPKO sekitar 7,7 juta ton dan RBD palm olein 0,1 juta ton.” kata Mehta. Konsumen minyak sawit curah India sangat sensitif terhadap harga dan mudah beralih ke minyak lainnya dalam waktu singkat.
Sumber: Investor Daily