JAKARTA – Kampanye minyak sawit sehat perlu diperluas sampai kepada Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi (UKMK) di bidang pangan dan kuliner. Sektor UKMK merupakan konsumen utama produk sawit yang membutuhkan ketersediaan pasokan dan harga terjangkau.
Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Ekonomi, Musdhalifah Machmud, mengatakan, saat ini produk turunan sawit sudah mencapai lebih dari 146 jenis.
“Pengembangan produk turunan sawit merupakan bagian penting dalam upaya memperoleh nilai tambah dari kelapa sawit dan turunannya terus semakin meningkat,” ujar Musdhalifah saat menjadi pembicara kunci webinar Majalah Sawit Indonesia akhir pekan lalu.
Musdhalifah menjelaskan kelapa sawit juga sebagai bagian dari usaha kecil menengah dan petani dapat didorong untuk membuat produk makanan sehat dan minyak goreng sawit, sabun maupun hand sanitizer sehingga memiliki nilai tambah dan meningkat pendapatannya.
“Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) sawit dapat menjadi promosi untuk meningkatkan posisi tawar dan akses pasar yang lebih besar. UKMK dapat berperan dilakukan dengan mendorong kesejahteraan petani dan memperkuat strategi untuk meningkatkan daya saing,” imbuh Musdhalifah.
Kegiatan Kampanye Minyak Sawit Sehat yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) ini merupakan upaya menjalin kemitraan dengan UKMK.
Hal ini diungkapkan oleh Eddy Abdurrachman, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam pidato yang dibacakan Achmad Maulizal, Kepala Divisi Perusahaaan BPDPKS.
Dijelaskan Achmad Maulizal bahwa industri kelapa sawit sangat berperan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia telah menghasilkan berbagai produk jadi untuk kebutuhan makanan seperti minyak goreng, krimer, shortening, margarin, dan cocoa butter substitute.
“Kampanye minyak sawit sehat terus dilakukan melalui jaringan sosial media dengan cara promosi ke masyarakat. Kita mendorong bahwa minyak sawit sehat dan bagus termasuk kepada UKMK,” urainya.
Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono, menjelaskan bahwa situasi harga minyak nabati dunia sangat tinggi termasuk minyak sawit. Di pasar domestik, harga CPO mencapai sekitar Rp 18.000 per kg.
“Dari segi produksi minyak sawit di dalam negeri mencapai 50 juta ton lebih. Sementara kebutuhan dalam negeri antara 8 juta sampai 9 juta ton setiap tahun. Konsumsi dalam negeri untuk pangan, biodiesel dan oleokimia (36% dari produksi). Lalu, sisanya di ekspor sebagai penghasil devisa,” ujarnya.
Sekarang ini, dikatakan Mukti, kelangkaan minyak goreng lebih banyak disebabkan jalur distribusi. Karena distribusi ini cukup berlapis termasuk distributor ini cukup panjang rantainya.
”Dari ketersediaan stok CPO sangat mencukupi. Pabrik minyak goreng tetap berproduksi. Tetapi sekarang ini masalahnya ada di jalur distribusi,” ujar Mukti.
Pendiri Sabana Fried Chicken, Syamsalis, mengakui lebih memilih minyak goreng sawit untuk digunakan dalam produk ayam gorengnya. Bagi UMKM, usaha makanan khususnya gorengan tidak terlepas dari minyak goreng.
Sebut saja olive oil/ zaitun, Minyak kelapa/ coconute oil, dan Minyak Goreng sawit. Dari ketiga minyak goreng tersebut minyak goreng sawit paling menguntungkan secara ekonomi. (Noverius Laoli)
Sumber: KONTAN.CO.ID