JAKARTA — Emiten produsen produk sawit, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), memastikan kebijakan pemerintah yang menambah volume bahan baku minyak goreng dalam skema domestic market obligation (DMO) dari 20 persen menjadi 30 persen tidak berdampak ke operasional perusahaan. Melalui skema ini, produsen CPO dan minyak olein harus memasok 30 persen volume ekspornya dengan harga khusus.
Senior Vice President of Corporate Communication & Public Affair AALI Tofan Mahdi mengatakan bahwa perseroan telah melaksanakan kebijakan DMO sejak diterapkan pemerintah pertama kali pada akhir Januari 2022 dengan porsi 20 persen volume ekspor.
“Sejauh ini tidak ada kendala apa-apa. Hanya mungkin secara teknis perlu effort lebih saja karena harus melaporkan pemenuhan kebutuhan domestik dulu. Tidak ada masalah,” kata Tofan ketika dihubungi, Rabu (9/3/2022).
Dia mengatakan perusahaan akan mendukung kebijakan pemerintah dalam pemenuhan bahan baku untuk minyak goreng di dalam negeri, sekalipun terdapat kenaikan volume yang harus dipasok dengan harga domestik, yakni Rp9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp10.300 per kg untuk minyak olein. Per 8 Maret 2022, harga CPO Dumai menyentuh Rp17.651 per kg.
“Semoga ini bisa menjadi solusi bagi masalah minyak goreng,” lanjutnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) Santosa mengatakan perbedaan antara harga ekspor dan harga yang dipasok untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri imbas dari kebijakan DMO dan DPO akan berdampak pada harga rata-rata penjualan produk.
“Dampak DMO 20 persen ini hanya masalah blending price. Misal harga ekspor Rp15.000 per kilogram CPO dan domestik Rp9.300 per kilogram, dengan komposisi 80 dan 20 persen maka harga rata-rata sekitar Rp13.500 per kilogram. Apa ini masalah? Tidak juga selama masih di atas biaya produksi,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan 2021, pendapatan AALI tahun lalu meningkat 29,29 persen jika dibandingkan dengan tahun 2020, dari Rp18,80 triliun menjadi Rp24,32 triliun. Mayoritas pendapatan AALI disumbang dari produk minyak sawit mentah dan turunannya sebesar Rp22,02 triliun, sementara produk inti sawit dan turunannya menyumbang Rp2,20 triliun.
Sementara itu, laba bersih AALI melonjak hingga 136,63 persen sepanjang tahun lalu, dari Rp833,09 miliar menjadi Rp1,97 triliun. Lonjakan laba AALI ditopang oleh kenaikan pendapatan dan harga. Hal ini terlihat dari margin laba kotor AALI yang naik dari 15,74 persen menjadi 19,86 persen pada 2021. (Dwi Nicken Tari)
Sumber: Bisnis.com