JAKARTA – Keunggulan minyak sawit atas minyak nabati lain tak bisa ditampik. Lantaran memiliki tingkat produktivitas tiggi dibanding minyak nabati lain, mengakibatkan produksi minyak sawit dihasilkan dari lahan yang tidak begitu luas sekitar 22,77 juta ha, jauh dibandingkan lahan kedelai yang mencapai 122,28 juta ha di dunia.
Tak itu saja, minyak sawit nyatanya memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Minyak sawit mampu bertahan pada masa pandemi covid-19, bahkan mampu memberikan hasil devisa yang mampu menopang neraca perdagangan Indonesia.
Diatas semua keungulan itu, perkebunan kelapa sawit juga tetap menerapkan praktik perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Diungkapkan, Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk., M Hadi Sugeng, praktik sawit berkelanjutan telah dilakukan semenjak 2011 lalu sesuai kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), yang mana regulasi ISPO terus berkembang dan telah dilakukan beberapa kali revisi hingga ditetapkannya Perpres No. 44 Tahun 2020, Tentang Sistem Serifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, dengan regulasi petunjuk teknis sesuai Permentan No. 38 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Tutur Hadi, yang juga sebagai Kepala Bidang Implementasi ISPO Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Pusat, terdapat point penting dalam perubahan kebijakan ISPO sesua Perpres 44 Tahun 2020 setidaknya ada lima, pertama wajib bagi pekebun setalah 5 tahun sejak diberlakukan Perpres ini, sebelumnya regulasi masih bersifat sukarela.
Lantas, kedua, tidak membedakan Prinsip dan kriteria pekebun plasma dan swadaya yang mana sebelumnya berbeda. Ketiga, sertifikat ISPO dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi (LS), dan disahkan oleh pimpinan LS, sebelumnya oleh Komisi ISPO.
Keempat, kelembagaan ISPO yakni Dewan Pengarah diketuai oleh Kemenko dan Komite ISPO diketuai oleh Menteri Pertanian, sebelumnya ada Komisi, Sekretariat & Tim Penilai ISPO.
“Serta Kelima, Prinsip & Kriteria ISPO mencantumkan aspek transparansi, dimana sebelumnya tidak diatur,” tutur Hadi Sugeng dalam acara FGD SAWIT BERKELANJUTAN VOL 11, bertajuk “Minyak Sawit Sebagai Minyak Nabati Berkelanjutan Terbesar Dunia”, yang diadakan media InfoSAWIT, awal Desember 2021 lalu secara online.
Merujuk Permentan No 38/2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan Indonesia. Dalam beleid tersebut prinsip dan kriteria untuk ISPO dilakukan perbaikan dengan mengganti Prinsip ke 3 yakni perlindungan terhadap pemanfaatan hutan alam primer dan lahan gambut, menjadi pengelolaan lingkungan hidup, sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati. Serta ditambahkannya tentang “Penerapan Transparansi” yang masuk dalam Prinsip ke 6.
Dikatakan Hadi Sugeng, untuk peneran transparasi itu mesti memenuhi setidaknya 6 kriteria, yakni pertama, sumber Tandan Buah Segar (TBS) sawit diketahui, kedua, perhitungan Indeks “K” dan data dukung yang transparan.
Lantas, ketiga, penerapan penetapan harga TBS yang adil dan transparan, keempat, keterbukaan terhadap Informasi yang bersifat tidak rahasia dan penanganan Keluhan, kelima, memiliki komitmen untuk tidak melakukan tindakan yang dapat diindikasikan Suap. Serta keenam, memiliki sistem rantai pasok yang mampu telusur. (T2)
Sumber: InfoSAWIT