KONTAN.CO.ID – KUALA LUMPUR. Malaysia sedang mempertimbangkan untuk memotong pajak ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO, dan berencana untuk memperlambat pelaksanaan mandat biodiesel untuk membantu memenuhi permintaan global di tengah kekurangan minyak nabati.
Menteri Industri dan Komoditas Perkebunan Malaysia Zuraida Kamaruddin mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Reuters, Selasa (10/5), kementeriannya telah mengusulkan pemotongan pajak ekspor CPO kepada Kementerian Keuangan, yang telah membentuk sebuah komite.
Malaysia, produsen CPO terbesar kedua di dunia, berencana memotong pajak ekspor menjadi 4%-6% dari saat ini 8%, menurut Zuraida. Tapi, kebijakan itu kemungkinan bersifat sementara dan keputusan bisa keluar pada awal Juni nanti.
“Dalam masa krisis ini, mungkin kita bisa sedikit bersantai agar lebih banyak minyak sawit yang bisa diekspor,” katanya.
Malaysia sedang mencari cara untuk meningkatkan pangsa pasar minyak nabati setelah invasi Rusia ke Ukraina mengganggu pengiriman minyak bunga matahari dan langkah Indonesia melarang ekspor CPO semakin memperketat pasokan global.
Minyak kelapa sawit, digunakan dalam segala hal, mulai dari kue hingga detergen, menyumbang hampir 60% dari pengiriman minyak nabati global, dan tidak ada produsen utama Indonesia telah mengguncang pasar.
Zuraida mengungkapkan, negara-negara pengimpor CPO telah meminta Malaysia untuk mengurangi pajak ekspor, dan beberapa, seperti India, Iran, dan Bangladesh, mengusulkan perdagangan barter.
Malaysia juga akan memperlambat pelaksanaan mandat biodiesel B30, yang mengharuskan sebagian dari biodiesel dicampur dengan 30% minyak sawit, untuk memprioritaskan pasokan ke industri makanan, dia menambahkan.
Zuraida memperkirakan, produksi dan ekspor CPO Malaysia akan meningkat 30% pada akhir tahun ini, di tengah peningkatan permintaan setelah Indonesia melarang ekspor dan pekerja perkebunan dari luar negeri masuk kembali ke negeri jiran.
Malaysia mendapat manfaat dari kekurangan minyak nabati global yang diperburuk oleh larangan ekspor Indonesia bulan lalu, tetapi berjuang dengan krisis tenaga kerja perkebunan yang berkepanjangan.
Menurut Zuraida, pada September tahun lalu, Malaysia menyetujui perekrutan 32.000 pekerja migran untuk perkebunan kelapa sawit dan akan tiba bulan ini dan Juni nanti di bawah kuota khusus pemerintah.
“Dengan kembalinya pekerja, tingkat produksi akan meningkat dan Malaysia berada di jalur yang tepat untuk memenuhi permintaan global,” ungkapnya.
Zuraida bilang, petani dan produsen CPO Malaysia harus “menuai keuntungan dari kekosongan” yang Indonesia tinggalkan. Tapi, koreksi harga yang tajam bisa terjadi pada Juli nanti ketika Indonesia mencabut larangan ekspor.
Sumber: Kontan.co.id