JAKARTA – PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mencatatkan laba yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp 809,31 miliar pada semester I-2022, naik 24,65% dibanding periode sama tahun lalu Rp 649,34 miliar. Kenaikan tersebut sejalan dengan peningkatan penjualan dan pendapatan usaha dari Rp 10,83 triliun menjadi Rp 10,96 triliun pada enam bulan pertama tahun ini.
Manajemen Astra Agro dalam laporan keuangan yang dipublikasi, Rabu (27/7/2022), mengungkapkan bahwa pertumbuhan penjualan dan pendapatan usaha tersebut diikuti naiknya beban pokok penjualan dan pendapatan menjadi Rp 9,14 triliun pada semester I-2021 dari sebelumnya Rp 8,61 triliun. Hal itu menyebabkan perolehan laba bruto perseroan berkurang dari Rp 2,21 triliun menjadi Rp 1,82 triliun.
Meski demikian, naiknya pendapatan keuangan dan raihan keuntungan selisih kurs mata uang asing yang lebih banyak, membuat anak usaha PT Astra International Tbk (ASII) ini berhasil mencatatkan laba Rp 837,61 miliar pada paruh pertama 2022, lebih besar dibanding periode sama 2021 yang senilai Rp 695,18 miliar. Hal ini berdampak pada perolehan laba yang dapat diatribusikan ke entitas induk pada semester I-2022 sebesar Rp 809,31 miliar atau naik 24,65% dibanding tahun lalu Rp 649,34 miliar.
Kenaikan laba bersih tersebut diperoleh AALI di tengah penurunan produksi CPO perseroan. Manajemen Astra Agro mengungkapkan, produksi CPO perusahaan turun 16,9% sepanjang Januari-Mei 2022 menjadi 510 ribu ton dibanding periode sama tahun lalu 614 ribu ton.
Hal itu juga diikuti dengan berkurangnya tandan buah segar (TBS) olahan sebanyak 13,4%, akibat berlanjutnya penurunan produktivitas tanaman akibat musim kemarau yang panjang di 2019.
Secara keselururuhan, total TBS yang dipanen dalam lima bulan 2022 mencapai 1,53 juta ton, menurun 15,5% dibanding periode sama 2021 yang sebanyak 1,82 juta ton. Yield TBS juga berkurang 18,7% menjadi 5,8 ton per hektare dibanding periode sama tahun lalu 7,2 ton per hektare.
Dalam catatan AALI, penurunan panen TBS terjadi di tiga wilayah perkebunan perseroan, yakni di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Penurunan terbesar ada di Kalimantan yang mencapai 23,3% dari 842 ribu ton pada empat bulan pertama 2021 menjadi 645 ribu ton. Sementara di Sumatera, panen TBS berkurang 11,8% dari 693 ribu ton menjadi 612 ribu ton, dan di Sulawesi turun 1,6% dari 284 ribu ton menjadi 279 ribu ton.
Sumber: investor.id