Jakarta – Director of Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), IPB University Dr. Meika Syahbana Rusli menjelaskan, pengembangan bioenergi yang paling maju di Indonesia ialah biofuel, khususnya biodiesel melalui program mandatori biodiesel.
Kapasitas terpasang industri biodiesel tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia dengan produksi biodiesel B30 mencapai 8,4 juta KL dengan konsumsi dalam negeri sebesar 9,4 juta KL pada tahun 2021, dan untuk implementasi lebih lanjut saat ini dalam tahap uji tes B40.
“Kesuksesan ini terwujud dari kerja sama dan sinergi antara pemerintah, pusat penelitian, industri, dan BPDPKS,” ujarnya dilansir dari laman Majalah Sawit Indonesia pada Selasa (9/8).
Dengan kondisi tersebut, diproyeksikan kontribusi biodiesel B30 terhadap Nationally Determined Contribution (NDC) di sektor energi, yakni pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 24,6 Mio ton CO2eq atau setara dengan 7,8 persen pada tahun 2021.
Realisasi bauran EBT Indonesia pada tahun 2021 sebesar 12,2 persen, sedikit di atas 50 persen dari target tahun 2025 yang sebesar 23 persen sehingga masih terdapat celah yang perlu diisi untuk memenuhi target tersebut untuk pembangkit listrik tenaga bioenergi, biofuel, dan produksi biogas.
Menurutnya, terdapat banyak bahan baku biofuel potensial di Indonesia yang dapat dimanfaatkan menjadi bioenergi seperti selulosa, hemiselulosa, atau lignin, Mikro dan Makro-alga, biomassa dan sisa tanaman, dan minyak goreng bekas. Teknologi baru juga perlu dikembangkan yang mengubah biomassa, limbah, dan molekul selulosa menjadi hidrokarbon. Pengembangan produk bioenergi lainnya adalah bioetanol, bahan bakar biohidrokarbon, green diesel (D100), gasoline, avtur, HVO, dan biofuel berbasis biomassa lainnya.
Diketahui pula bahwa program lain untuk mencapai NZE ialah melalui program co-firing PLTU. Implementasi co-firing saat ini telah dilakukan di 28 titik PLTU dari target 52 titik PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia dengan total energi yang dihasilkan 96.061 MWh.
Dengan kontribusi biomassa co-firing terhadap NDC di bidang energi ini merupakan pengurangan emisi GRK sebesar 0,268 juta ton CO2 eq atau setara dengan 0,09 persen di tahun 2021. Jika roadmap berhasil diterapkan, pengurangan emisi dari co-firing dapat berkontribusi sekitar 3,5 juta ton CO2 eq untuk 5 persen co-firing dan 6,8 juta ton CO2 eq untuk 10 persen co-firing.
Sumber: Wartaekonomi.co.id