JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, ekspor minyak sawit nasional pada Juni 2022 mencapai 2,33 juta ton, atau naik sekitar 244% dari realisasi Mei 2022 yang hanya sebesar 678 ribu ton. Pencabutan kebijakan pelarangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sejak 23 Mei 2022 telah berdampak pada membaiknya kinerja ekspor bulanan komoditas perkebunan tersebut.
Berdasarkan data yang diolah Gapki. ekspor minyak sawit pada Juni 2022 yang mencapai 2,33 juta ton jauh lebih baik dari ekspor komoditas serupa pada Juni 2021 yang hanya sebesar 2.03 juta ton. Sedangkan ekspor minyak sawit Januari-Juni 2022 mencapai 11,39 juta ton atau jauh lebih rendah dari realisasi periode Januari-Juni 2021 yang sebesar 15,78 juta ton. Sedangkan khusus ekspor CPO pada Juni 2022 mencapai 109 ribu ton. sedangkan pada Mei 2022 sama sekali tidak ada ekspor CPO.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, kebijakan pelarangan ekspor yang telah dicabut sejak 23 Mei 2022 berdampak pada kinerja ekspor minyak sawit Juni yaitu naik menjadi 2.33 juta ton atau 3.4 kali lebih tinggi dari ekspor Mei sebesar 678 ribu ton. Kenaikan ekspor Juni terbesar teijadi pada tujuan Pakistan dari 281 ribu ton menjadi 295 ribu ton. tujuan EU27 dari 177.800 ton menjadi 296.700 ton. tujuan Tiongkok dari 208.500 ton menjadi 416.200 ton. tujuan India dari 154.500 ton menjadi 212.300 ton. dan tujuan Afrika dari 156.600 ton menjadi 199.400 ton.
“Jadi. ekspor sawit mulai naik. meski stok masih tinggi.” ujar Mukti. Mukti menuturkan. konsumsi minyak sawit dalam negeri pada Juni 2022 juga mengalami kenaikan 225 ribu ton menjadi 1.84 juta ton. Kenaikan terbesar teijadi pada konsumsi untuk biodiesel yaitu sebesar 130 ribu ton menjadi 720 ribu ton dan untuk pangan naik 97 ribu ton menjadi 934 ribu ton. Produksi CPO pada Juni 2022 mengalami kenaikan sekitar 6% menjadi 3.29 juta ton sedangkan untuk PKO (minyak kernel) naik menjadi 322 ribu ton.
“Kenaikan produksi CPO sejalan dengan produksi tandan buah segar (TBS) kebun yang sebenarnya sedang menanjak naik. tetapi TBS diolah di PKS (Pabrik Kelapa Sawit) belum 100% karena tingkat keterisian tangki PKS masih tinggi.” ungkap Mukti. Kamis (11/8). Sementara itu, kondisi di pasar global teijadi penurunan harga CPO CIF Rotterdam dari US$ 1.714 per ton pada Mei 2022 menjadi US$ 1.573 per ton pada Juni 2022.
Demikian juga harga rata-rata dalam negeri (lelang KPBN) pada Juni 2022 bergerak turun dari sekitar Rp 13 ribu per kilogram (kg) pada awal Juni 2022 dan turun menjadi sekitar Rp 8.500 per kg pada akhir Juni 2022. “Situasi harga ini mengindikasikan bahwa ekspor Juni belum signifikan mengurangi ting-ginya stok di dalam negeri. sehingga belum mampu mendorong kenaikan harga CPO dalam negeri.” tutur dia.
Stok minyak sawit pada akhir Juni 2022 diperkirakan mencapai 6.68 juta ton. lebih rendah dari stok akhir Mei 2022 sebesar 7,23 juta ton. Pasar Tiongkok Pada bagian lain, Gapki pernah menyatakan, komitmen Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk menambah impor CPO sebesar 1 juta ton meru-pakan kabar gembira. bukan hanya bagi pelaku usaha dan ekspor tir sawit tapi juga pemerintah dan 17 juta petani dan pekerja di sektor industri sawit.
“Ini kabar gembira bagi kita semua. Dalam struktur pasar minyak nabati global, sebagian besar produk sawit RI pasar utamanya memang ekspor. Dari total produksi minyak sawit 52 juta ton. sebanyak 70% itu terserap pasar ekspor.” kata Ketua Bidang Komunikasi Gapki Tofan Mahdi dalam cuplikan wawancara dengan CNBC Indonesia.
Tofan menjelaskan, oleh-oleh Presi-den RI Joko Widodo ke RRT tersebut merupakan angin segar bagi industri sawit nasional. Hal itu mengingat pada Januari-Juni 2022. industri sawit nasional sangat dinamis dan terakhir keluar kebijakan yang mengarah pada mempermudah ekspor minyak sawit.
“Jadi, komitmen RRT ini hal positif. Kunjungan Presiden ke RRT mem-buahkan hasil konkret dengan akan ada tambahan akses pasar 1 juta ton CPO ke RRT. Apalagi. RRT merupakan salah satu pasar ekspor sawit terbesar dari Indonesia, selain India. Uni Eropa. Pakistan, dan lainnya. Harapannya. komitmen ini akan meningkatkan harga minyak sawit yang ujungnya bisa mendongkrak harga TBS teman petani sawit.” tutur Tofan.
Tofan juga memaparkan, permintaan minyak sawit sebagai bahan baku utama pangan akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dunia. belum lagi untuk industri oleokimia dan energi. Sebagai produsen dan eksportir sawit terbesar dunia tantangan industri sawit RI bukan pada pasar ekspor karena di tataran global sangatlah sulit minyak nabati lain bisa menandingi sawit dari sisi produktivitas dan efisiensi.
“Tantangan itu dari dalam negeri kita sendiri. misalnya terkait isu minyak goreng. Padahal dengan permintaan yang sangat tinggi dari luar negeri baik RRT, India, Eropa, Pakistan, dan pasar yang belum tergarap seperti Eropa Timur, harusnya kita bisa memanfaatkan momentum tersebut.” ujar Tofan.
Sumber: Investor Daily