Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya.
Sawit telah membawa kemajuan bagi masyarakat Provinsi Riau, salah satunya di Kabupaten Pelalawan. Semua pihak yang bersentuhan bekerjasama hingga berkah dari sawit itu dirasakan bersama.
Akan tetapi, untuk mencapai kemajuan itu butuh keyakinan dan kesabaran hidup bersama di Bumi Lancang Kuning. Seperti halnya masyarakat program transmigrasi tidak semuanya juga mampu bertahan dan memilih putar haluan balik ke kampung halaman.
Kerja sama dengan perusahaan menjadi penting bagi masyarakat petani sawit. Dimana petani memiliki tandan buah segar dan perusahaan punya pabrik. Meskipun perusahaan juga punya kebun namun tetap menerima TBS dari masyarakat seperti di PT Sari Lembah Subur Grup Astra Agro Lestari di Pelalawan.
Perusahaan tersebut menerima mitra baik dari pemasok TBS maupun bidang lainnya. Dari mitra pemasok TBS ada cerita menginspirasi dari sosok Sumari Aziz Bimantoro atau yang kerap dipanggil Babe.
Dia menjadi mitra terbaik Astra se-Indonesia pada tahun 2022 lalu. Dia pun mendapatkan satu unit mobil Toyota Avanza. “Itu hadiah dari Astra Avanza itu, juara pertama mitra seluruh Indonesia, juara nasional dari Aceh sampai Papua,” ungkapnya.
Dia adalah selaku pemilik peron di Desa SP 4 Desa Pematang Tinggi, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan. Azis mengatakan hal ini merupakan pencapaian terbesar yang pernah dia dapatkan. “Menjadi mitra perusahaan nomor satu se-Indonesia adalah kebanggaan tersendiri,” ucap dia.
Lantas bagaimana dia bisa mendapatkan capaian tersebut? Babe bercerita dia dulunya juga Manajer Koperasi Unit Desa Amanah yang juga pernah juara nasional dua kali.
Sebagai mitra PT SLS dia harus memastikan TBS yang dikelola KUD bisa lolos di pabrik. Dia mengedukasi orang transmigrasi yang banyak di KUD-nya hingga akhirnya dia mendapatkan delivery order (DO). Dia menjadi manager mulai tahun 1993 dan setahun kemudiansudah juara provinsi, dan selanjutnya juara nasional tingkat transmigrasi.
“Jadi saya selalu membawa nama baik. Tapi itu kerja sosial saya. Saya pernah digaji waktu jadi ketua, tapi saya nggak ambil, jadi saya bermitra nggak pernah minta proyek cuma bermitra bisnis memang dari kecil lah dari nimbang sendiri, DO pertama dulu saya masih bawa tas terus bawa timbang sendiri,” ceritanya.
Dia pun juga mendapatkan pelatihan dan seminar dari PT SLS. Babe belajar sawit, ilmu sawit, dan bisnis sawit lalu memberikan lagi pelatihan ke kelompok tani. Soal sawit, katanya orang Transmigrasi juga buta sawit makanya dididik melalui KUD
“Pelatihan pertama di lapangan tenis itu di situ, saya masih ingat, saya memimpin orang-orang kelompok tani waktu ada kesulitan apa. Termasuk saya dipanggil untuk meyakinkan perbankan juga pernah. Mau akad kredit meyakinkan bisa lunas enggak 15 tahun. Mulai dari nol lah, orang trans sendiri nggak ngerti, kecuali trans dari Medan sudah pernah mulai sawit,” ceritanya.
Atas prestasinya itu, Babe telah diundang ke berbagai daerah dalam dan luar negeri untuk presentasi. Bahkan sudah sampai ke Malaysia, Singapura dan Thailand. Orang dari luar seperti dari Kalimantan juga banyak mendatanginya.
“Setiap ada tamu waktu itu dari Kalimantan mau nanam saya yang presentasi. Kan lucu saya gak sarjana yang dipresentasikan kepala dinas perkebunan, bupati, kalau nggak wakil bupati karena Kalimantan ngirim ke sini untuk belajar,” ujarnya.
Tak hanya itu, Babe juga sudah pernah presentasi di depan Menteri Pertanian di Kantor Kementan. Dia menyampaikan petani sawit ini kontribusinya terhadap negara yang paling banyak selain pajak dan diharapkan itu digunakan sebaik-baiknya.
Setelah 4 tahun bersama kelompok tani akhirnya Babe akhirnya buat usaha sendiri. Yakni usaha Peron mencari TBS petani sebagai Mitra PT SLS untuk dipasok ke pabrik.
“Usaha berkembang sampai saya bisa nyewa pabrik di Jambi. kalau saya dulu gak di sini, gak bermitra dengan Astra belum tentu saya seperti ini diundang ke wilayah-wilayah lain disuruh mengedukasi,” ungkapnya.
Dia menyampaikan petani sawit kalau dibandingkan dengan petani padi yang mulai nebar benih sampai panen itu butuh 100 hari paling cepat. Tapi sawit menanam sekali 10 hari sekali panen, tak ada petani yang lebih makmur dari sawit kalau petaninya benar.
“Makanya sekarang kalau petaniku itu begini begitu, manen jelek yang tua-tua, ini kalau tau saya marahi manen kayak gitu,” sebutnya.
Jadi katanya kalau ada orang miskin di Riau ini, itu adalah orang malas. Tak ada orang yang tak mampu kalau satu keluarga tiga tak bisa beli beras 3 kilogram. Punya keluarga tiga istrinya ambil brondol sawit saja dapat Rp100 ribu atau 8 kg beras. Pokoknya wilayah sawit lapangan kerja terbuka.
“Ibu-ibu yang nganggur-nganggur itu yang gak malu ambil berondol dapat 2 karung saja bisa untuk belanja dirinya, beli skin care dari berondol saja,” ucapnya.
Selain itu, dia menekankan untuk tidak mengurangi timbangan, lebih baik merampok saja jika berbuat begitu. Memang terdengar sederhana namun itu adalah ajaran yang keras kepadanya.
Babe juga giat berbagi terinspirasi saat dia juga jadi anak yatim dulu. Jadi kalau ada santunan anak yatim itu kadang Babe pun menangis saat ingat waktu kecil dia disantuni disantuni setiap 1 Muharram. Makanya, ia tak lupa dalam keadaan apapun ada santunan anak yatim. Termasuk pembukaan peron ini saya datangkan ratusan anak yatim supaya berkah karena saya pernah jadi anak yatim.
“Jadi yang edukasi saya pantang nyerah hidup itu ya keadaan waktu kecil saya harus hidup di atas kaki sendiri tapi dibimbing oleh bapak angkat saya. Sekolah mulai SD, SMP, SMA nyari biaya sendiri, malam jual koran di stasiun, di terminal bus,” ujar Babe yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur, dan mulai hidup di Riau tahun 1990.
Sumber: Riau.antaranews.com