Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya.
INPUTRAKYAT_MORUT,–PT. Agro Nusa Abadi (ANA) menglaim jika pihaknya komitmen dan menaati hukum selama menjalankan operasionalnya di Kabupaten Morowali Utara. Perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit itu juga menyebut tak pernah menyampingkan koordinasi dengan pemerintah maupun lembaga terkait. Demikian diungkapkan Community Development Officer PT. ANA, Robby S. Ugi melalui jumpa pers yang dikemas dalam bentuk silaturahmi, Rabu (15/11/2023).
Menurutnya, Kabupaten Morowali Utara sangat potensial disektor perkebunan sawit, yang menjadi faktor penggerak kemajuan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ia pun menyinggung soal hak guna usaha (HGU) PT. ANA yang memicu kesalahpahaman ditengah-tengah masyarakat saat ini. “Sejak awal PT. ANA terus mengurus sertifikat HGU, namun Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak menerbitkan sertifikat HGU jika status lahan belum clear and clean,” jelasnya. Jadi kata dia, bukan kita tidak mengurus sertifikat HGU atau mengabaikan aturan hukum, namun ini adalah ketentuan BPN.
“Ini lah yang saat ini kami urus, karena sejak PT. ANA beroperasi ada pihak yang menglaim lahan tersebut,” katanya. Pihaknya pun tengah melakukan verifikasi dengan menggandeng pemerintah Desa, Kecamatan, Kabupaten hingga Provinsi untuk mengetahui siapa pemilik lahan yang sebenarnya. “Verifikasi ini sangat penting, karena dalam satu lahan, bisa muncul 2 sampai 3 oknum masyarakat yang mengaku pemilik lahan yang sama,” ujar Robby. Bahkan, hasi terverifikasi pada Tahun 2010 lalu, total lahan yang diklaim masyarakat seluas 21 ribu hektar lebih. “Luas itu tiga kali lipat dari lahan yang dimohonkan PT. ANA untuk HGU yakni 7 ribuan hektar,” ketusnya. Diceritakannya, PT. ANA hadir dan beroperasi sejak tahun 2007, dengan berdasarkan UU No.18 tahun 2004 tentang Perkebunan yang menyatakan bahwa perusahaan dapat beroperasi dengan IUP atau HGU.
“Jadi saya kira keliru ketika PT. ANA dituding melanggar hukum karena beroperasi belasan tahun tanpa HGU,” tandas Robby. “Dasar tuduhannya yakni putusan MK no.138 tahun 2015, bahwa perusahaan harus memiliki HGU dan IUP baru bisa beroperasi,” sambungnya lagi. Lanjutnya, perlu diketahui bahwa, semua peraturan tidak bisa berlaku surut, sementara dari sisi sejarah PT. ANA hadir sejak tahun 2007, jauh sebelum putusan MK keluar. Meski begitu, PT. ANA tetap taat hukum dan berusaha memiliki sertifikat HGU sebagai landasan hukum operasional diatas lahan negara.
Sumber: inputrakyat.co.id