Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya.
JAKARTA, ID-Pasar Pakistan masih sangat terbuka untuk minyak sawit Indonesia. Sebab, saat ini, kemampuan produksi minyak nabati negara itu baru 0,75 juta ton, padahal kebutuhan per taliun 4,5 juta ton. Pemerintah RI dan Pakistan bisa mengembangkan berbagai perjanjian perdagangan yang saling memberikan manfaat bagi kedua negara sebagai jalan menggenjot ekspor sawit nasional ke Negeri Seribu Cahaya tersebut. Per Oktober 2023, ekspor minyak sawit Indonesia ke Pakistan mencapai 2,24 juta ton senilai US$ 2,1 miliar.
Menurut Ketua umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, total ekspor minyak sawit RI dan produk turunannya ke Pakistan pada 2022 mencapai 2,78 juta ton senilai USS 3,1 miliar. Sedangkan per Oktober 2023, ekspor minyak sawit dan turunannya ke Pakistan sebesar 2,24 juta ton senilai USS 2,1 miliar. Pakistan adalah pasar yang potensial dan saya yakin akan terusberkembangkarena memang negara itu butuh min yak sawit. Untuk itu, pasar Pakistan harus diperhatikan dan dikembangkan dalam berbagai perjanjian perdagangan yang saling memberikan manfaat bagi kedua negara, papar Eddy saat berbicara dalam Pakistan Edible Oil Conference (PEOC) di Karachi, Pakistan, pada 12-13 Januari 2024.
Komjen RI di Pakistan
June Kuncoro Hadiningrat juga menyatakan, Pakistan memiliki banyak potensi perdagangan dengan Indonesia dan bisa menguntungkan kedua negara. Saat ini, Pakistan ada jeruk pakistan, mempunyai kurma meski kecil kecil tapi cukup bagus untuk industri, betas yang kualitasnya baik, dan bawang merah yangtocok untuk salad karena manis. Di sisi lain, selain sawit, basil produk In donesia juga dibutuhkan di Pakistan, seperti mangga, alpukat, dan lainnya. Pemerintah terus menggalakkan kerja sama perdagangan yang serius dengan Pakistan yang memberikan keuntungan bagi kedua negara, tegas June.
Pada 2022, di tengah kelangkaan minyak goreng (migor) yang dialami ban yak negara, Presiden Joko Widodo menceritakan ada seorang pejabat tinggi yang menelpon dan memohon agar membuka keran ekspor sawit dari Indonesia ke negaranya. Kala itu, Indonesia tengah memberlakukan kebijakan larangan ekspor akibat kelangkaan migor domestik. Presiden RI irigin semua pihak mernbenahi dan menanggulangi kondisi itu. Kengerian terjadi kala itu di Indonesia, harga selangit dan ibu -ibuberebut migor karena langka. Ironisnya, tangki penyimpanan crude palm oil (CPO) saat itu justru penuh lantaran dilarang ekpor dan petani mengantre berharihari sambil merelakan tandan buah segar (TBS) sawit mereka membusuk periahan.
Di belahan dunia lain, Pakistan yang merupakan negara terpadat ketiga di Asia dengan jumlah penduduk terbesar kelima di dunia sebanyak 235 juta jiwa juga mengalami kepanikan. Cadangan minyak sawit yang merupakan salah satu kebutuhan pangan utama mereka, saat itu diperhitungkan hanya cukup untuk kurang dari minggusaja. Jika sampai habis, negara tersebut akan mengalami krisis pangan yang memicu gelombang lonjakan harga, lebih parah lagi memicu krisis sosial dan ekonomi. Abdul Raseed Jan Muhammad, seorang tokoh sekaligus pelaku bisnis Pakistan, pontang panting memohon visa untuk men gunjungi Indonesia dan menemui pejabat Pemerintah RI untuk melakukan lobi agar membuka keran ekspor ke Pakistan pada 2022.
Dalam keterangan Gapki yang dikutip Selasa (16/01/2024) disebutkan, usai kunjungan Jan itu, Indonesia mengirim 2,5 juta ton minyak sawit ke Pakistan dalam dua pekan. Jan yang juga CEO Westbury Group, dalam PEOC lalu, menyatakan, dalam satu tahun, Pakistan butuh 4,5 juta ton minyak nabati, tapi dalam negeri hanya mampu memproduksi 0,75 juta ton. Selebihnya atau sekitar 3 juta ton (dipenuhi) sawit, yang 90% diimpor dari Indonesia.
Kampanye Negatif
Keterangan Gapki juga menyebutkan, kebutuhan akan sawit tak bisa dihindari, begitu pula isu negatif yang kian santer digaungkan sebagai bagian dari perang dagang minyak nabati global. Kendati secara produktivitas dan keserbagunaan sawit tak dapat diungguli minyak nabati lain, tapi isu negatif untuk menekan industri yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia itu terus digencarkan.
Tak terkecuali kepada warga Pakistan, terutama para gerenasi muda. Hal itu tergambar dalam kuliah umum di Institute of Business and Admisnistration (IBA) of Karachi, Pakistan.
Untuk itu, Ketua Bidang Luar Negeri Gapki Fadhil Hasan pun meluruskan isu-isu (kampanye negatif) yang mengernuka. Terkait isu deforestasi dan dampak ekspansi sawit terhadap orang utan menjadi sorotan utama. Terkait kampanye negatif, Indonesia dan Pakistan telah memiliki hubungan sejarah yang baik. Namun demikian, terkait promosi dan kampanye positif (guna mengatasi kampanye negatif), semua pihak memangharus bersama-sama dalam melakukan advokasi agar industri sawit dan seluruh produk Indonesia bisa diterirna, dilrargai, dan memiliki product value di luar negeri.
Potensi pengembangan dan riset sawit di Pakistan dengan menggunakan bibit yangmenghasilkan tanaman yang butuh lebih sedikit air juga turut dibahas dalam kesempatan tersebut. Sama halnya seperti India dan China yang telah terlebih dulu mengembangkan sawit, wacana agar Pakistan juga mengembangkan sawit sebagai cadangan untuk me menuhi kebutuhan domestik kini juga mengernuka.
Pada 2022, Pakistan masuk lima besar pasar utama ekspor minyak sawit Indonesia. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan Kementerian Pertanian (Kementan), ekspor minyak sawit RI ke India pada 2022 di peringkat pertama 4,99 juta ton (US$ 5,32 miliar), berturut-turut disusul China 3,84 juta ton (USS 3,99 miliar), Pakistan 2,81 juta ton (US$ 3,13 miliar), Uni Eropa 2,33 juta ton (USS 2,66 miliar), dan Amerika Serikat 1,79 juta ton (USS. 2,22 miliar). (Tri Listiyarini)
Sumber: Investor Daily